Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

"Jika Anakmu Sering Berbohong, Mungkin Itu Karena Kau Sering Menghukumnya" ??

"Jika Anakmu Sering Berbohong, Mungkin Itu Karena Kau Sering Menghukumnya" Benar? Ya benar. Lalu? Apa itu berarti kita tidak boleh sering-sering menghukumnya kalau ia berbuat kesalahan? Sama sekali tidak. Jika anak berbuat salah dan melanggar peraturan yang sudah disepakati, maka dia harus menerima resikonya: dihukum. Kalau kadang-kadang dihukum dan kadang-kadang dibebaskan... lalu di mana konsistensinya? Kalau tidak konsisten, bagaimana peraturan itu akan ditegakkan? Tapi nanti untuk menghindari hukuman dia akan berbohong? Jalan keluarnya bukan dengan membebaskan dia dari hukuman. Tetapi berikanlah kesadaran baginya bahwa berbohong agar tidak dihukum atau agar tidak dimarahi itu adalah sebuah tindakan yang sangat pengecut. Selain tindakan pengecut, orang lain juga akan sulit untuk percaya lagi dengan perkataannya. "Kalau kamu berbuat salah, kamu harus berani menerima resikonya. Maka, sebelum berbuat salah... pikirkan dulu resikonya. Kalau kamu siap menerima ak

How would it be if you were standing in my shoes?

“ How would it be if you were standing in my shoes? Can't you see that it's impossible to choose?” Petikan lirik di atas adalah penggalan lagu Too Much Love Will Kill You-nya Queen. Pernah juga dinyanyikan solo oleh Brian May. Lagu ini bagi saya merupakan penutup yang teramat sangat manis atas debut Freddie Mercury semasa hidupnya. Nah... akhir-akhir ini kalimat dalam petikan lagu itu selalu menempel di kepalaku. How would it be if you were standing in my shoes? Sebuah kalimat yang rasa-rasanya telah abai dan hilang dalam benak kita sekarang. Dalam benak masyarakat kita yang katanya adalah bagian dari sebuah bangsa yang besar, yang bhineka, yang heterogen (jikasanya kata plural sudah menjadi alergen bagi sebagian masyarakat kita). Dan sekarang masyarakat kita tengah gemar-gemarnya men-judge, menunjuk hidung kepada orang lain. Bagaimana jika kita berdiri di atas sepatu orang lain? Bagaimana jika kita memandang sesuatu dengan kacamata orang lain? Pernahkah kit

Tentang Si Mata Satu... eh... Si Mata Hati

Sering mendengar tentang istilah mata hati. Apaan sii tuuh? Apaaann yaaaa...? Kalau didefinisiin kesannya teoritis banget yak.. :D Yang jelas, mata hati ini seringkali membantu menjadi bodyguard bagi kita dalam membaca persoalan di sekeliling kita, dalam mengambil langkah dan keputusan. Bagiku mata hati itu seperti pisau. Bisa tajam, bisa tumpul, bisa membantu kita dalam melangkah, namun bisa juga melukai kita. Mata hati yang tajam, seringkali membantu dlm mengambil keputusan dan langkah yg tepat meskipun kita tengah berada dalam kebimbangan dan kegalauan. Semakin tajam mata hati, semakin mudah kita merasakan mana pilihan dan langkah yg tepat & baik dalam hidup. Semakin tepat juga analisa2 kita dalam menghadapi satu persoalan. Enaknya org2 yg tajam mata hatinya, mereka lebih tenang, lebih woles.. tidak mudah galau, tidak mudah resah dan gelisah bagai semut merah yang berbaris di dinding mena... (stop!! Kembali ke laptop!!!!) *lanjut* Tapi kalau mata hati sudah tumpul,

Pekerjaan Paling Hina Di Dunia

Siang yang panas. Aku dan Maula mengambil tempat duduk plastik di atas trotoar dan mulai memesan makanan. Satu mangkok mie ayam untukku dan satu piring siomay dengan saus kacang di pinggir piring untuk Maula. Tentunya 2 teh botol dingin sebagai penyeimbang udara dan makanan yang panas. Makanan belum datang, seorang ibu berpakaian lusuh dan menggendong bayi yang ditutupi kain menghampiri kami sambil menengadahkan tangannya. Maula berbisik: "Bun... kasih Bun, kasian." "Adek aja yang kasih." jawabku. Maula mengambil uang 2000 rupiah yang kupegang dan memberikannya pada Ibu itu. Dia lalu mengamati si Ibu sampai menghilang dari pandangan. Piring siomay Maula datang. Sebelum memasukkan suapan pertama ke mulutnya Maula bertanya: "Bun, mengemis itu pekerjaan yang hina ya?" "Maksud Adek mengemis kayak Ibu itu?" Maula mengangguk. "Tergantung, Dek. Kalau dia sebenarnya mampu bekerja tapi lebih senang  mengemis karena malas ya itu tidak baik.

PISA dan Logika Masyarakat Indonesia

Test PISA (Programme International Student Assessment) adalah sebuah test internasional yang diadakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk mengukur kemampuan matematika, sains dan literasi anak-anak di sebuah negara. Soal-soal dalam test ini pada dasarnya adalah soal-soal yang sederhana.  Jika pemecahan soal dirumuskan dalam sebuah kalimat matematika, maka rumusan kalimat matematikanya sangat sederhana.  Untuk level awal, rumusan matematika tersebut bisa seperti penjumlahan dan pengurangan sederhana serta perkalian dan pembagian sederhana namun itu semua disajikan dalam sebuah soal cerita yang kontekstual. Banyak pihak yang mengkritik metode penilaian PISA. Namun kita juga tidak bisa mengabaikan sebuah penilaian yang bermaksud untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan sistem pendidikan.  Indonesia selama ini selalu menduduki peringkat akhir dalam pemeringkatan PISA. Tahun 2012 Indonesia berada di peringkat 64

Aku Berlindung Kepada Allah dari Godaan Syaithan Yang Terkutuk

Allah Maha Mengetahui, ilmunya begitu luas namun anugerahnya tak terbatas. Ia memberikan petunjuk kepada manusia agar manusia selalu berpikir, berpikir dan berpikir. "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29) Ayat-ayat Allah tersebar di seluruh jagad raya. Semua petunjuk itu adalah anugerah agar kita manusia berpikir dan merenung lalu mengambil pelajaran darinya. Sedikit mengambil pelajaran dari alam raya ini, mari kita belajar mengenai kehidupan dari bagaimana pergantian siang dan malam. 10 September 2009, saya pernah menulis puisi ini (Untuk Anak-anakku): Malam tak pernah datang tiba-tiba Senja menjadi perantaranya Langit tak pernah gelap tiba-tiba Sandyakala menjadi isyaratnya Puisi itu saya persembahkan untuk anak-anakku agar mereka bisa melihat bahwa Allah merancang sistem yang berjalan di alam

Ayah, Bunda.. Ajari Kami Untuk Bisa Memutuskan Sendiri

“Bunda, rumput itu emangnya enak?” “Wah.. Bunda nggak tau. Kenapa Maula nanya begitu? Pingin makan rumput?” “Wihihihiii… bukan gitu, kata b* ***u kalau nggak sekolah nanti kayak orang P***a yang cuman makan rumput” Huwaaaaaaa…. Jadi pingin gigit tiang listrik dengernya… anak gue diracun oraaaaang!! huhuhuuuu…. Inhale…. Exhale… Inhale… Exhale.. (mendinginkan kepala yang tiba-tiba berasap) “Dek, bilang ke b* ***u ya.. bunda punya banyak teman orang P***a. Dan mereka semua kuliah di ITB mereka hebat-hebat. Memang sekolah itu penting, Dek. Tapi bukan berarti semua orang P***a tidak sekolah. Banyak sekali yang pintar-pintar dan sekolah di sekolah-sekolah hebat.” “Jadi mereka tidak makan rumput?”   “Kalaupun ada di antara mereka yang tidak sekolah, tapi mereka yang tidak sekolah juga tidak makan rumput. Mereka makan seperti kita. Makan daging dan makan sayur. Dek… kucing juga nggak sekolah, tapi makannya daging kan? Bukan rumput?” “Hahahhahaaa… iya ya