Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Belajar Tentang Kehidupan dari Migrasi Hewan

Sore itu setelah membeli beberapa buah buku cerita anak-anak aku duduk di teras Rumah Buku. Memandang ke langit yang lumayan cerah sambil menunggu kakakku yang masih asik memilih buku. Sekawanan burung terbang bersama. Entah siapa yang menjadi pemimpin di antara mereka. Tapi seolah ada komando, mereka bisa berbelok bersama-sama dalam sebuah barisan yang tetap. Dengan sudut kemiringan yang sama, dengan waktu yang sama,dengan kecepatan terbang yang sama, rapi bagaikan para taruna militer ketika baris berbaris. Luar biasa! Cerita yang hampir sama aku dapat di National Geographic edisi bulan ini. Ketika ratusan ribu burung-burung bermigrasi. Ratusan ribu! Bayangkan! Ya.. ketika burung-burung itu akan bermigrasi, mereka melakukan beberapa persiapan untuk menempuh jarak ribuan, bahkan puluhan ribu kilometer. Persiapannya adalah makan yang banyak untuk mengumpulkan energi, lalu mereka berkumpul bersama-sama. Ya... mereka berkumpul bersama-sama, melakukannya bersama-sama. Luar biasa bukan?

Mbah Maridjan dan Sebuah Kearifan

Peti mati bertabur harum melati itu perlahan bergerak dikawal oleh para Abdi Dalem yang sangat berduka. Rakyat menyemut di kedua sisi jalan, ikut berduka dengan kepergian Sang Raja, di sekitar tahun 1988. Aku selalu kagum dengan pengabdian para Abdi Dalem. Mengabdi dan menghormati Sang Raja. Orang-orang yang sebagian tidak sekolah seperti halnya Mbah Maridjan ini bagiku bagaikan dongeng-dongeng kesetiaan para shogun kepada tuannya di Jepang sana. Sungguh, kesetiaan ini, kesetiaan Abdi Dalem sangat langka di jaman seperti ini, dan mungkin hanya dimiliki orang-orang tua jaman dahulu (jadi teringat alm. pengasuhku yang sangat setia mengasuh ibuku, paman-bibiku, aku sampai adikku, tanpa pernah mengeluh, menganggap anak2 yg diasuhnya seperti anaknya sendiri) Aku memang bukan Jawa, aku Sunda. Hanya sedikit yang aku pahami dari falsafah Jawa. Namun secara umum falsafah yang dianut dalam budaya asli Indonesia hampir sama. Pada dasarnya adat istiadat asli Indonesia mengambil simbol hubungan a

JANGAN MAU JADI RAKYAT DI NEGERI INI!

Ya.. jangan mau jadi rakyat di negeri ini. Kalau ada bencana rakyat selalu disalahkan. Yang katanya kelakuannya bejat dan koruplah.. Yang katanya suka buang sampah sembaranganlah.. Yang katanya ngeyel karena ga mau disuruh ngungsilah.. Yang katanya salah sendiri takut ombak kok tinggal di pinggir pantailah.. Yang suka proteslah.. Jangan mau jadi rakyat di negeri ini!! Cuman bisa jadi penonton mall-mall mewah yang dibangun, yang mengambil banyak ruang hijau kota. Cuman bisa membayangkan jadi orang kaya seperti di tv, punya apartemen mewah yang katanya bebas banjir dan menyebabkan intrusi air laut. Cuman jadi penonton mobil-mobil mewah yang melaju dikawal provost ketika berdesak2an di antara bau keringat angkutan umum. Cuman menikmati kesenangan sesaat ketika pemilu saja. Ya.. jangan mau jadi rakyat di negeri ini!! Sekali lagi, Kalian, jangan hanya mau jadi rakyat di negeri ini! Karena sebenarnya kalian adalah PEMILIK negeri ini! Bapak-bapak kita dahulu menyerahkan jiwa raganya, dan

ZUHUD, SEBUAH KEBUTUHAN DALAM LEADERSHIP NASIONAL

Ketika dunia begitu gemerlap dan melenakan mayoritas penghuni negeri ini dari akar rumput hingga pucuk kekuasaan, maka pada akhirnya mata kepala kita pun melihat betapa yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar, kekuasaan adalah uang dan uang adalah kekuasaan. Dunia menjadi pusat, menjadi centre dalam pikiran manusia. Yang paling berbahaya adalah ketika pucuk-pucuk pimpinan negeri juga menjadikan dunia sebagai ambisi dan tujuan. Perih hati rakyat menyaksikannya. Dan itu adalah bencana bagi seorang pemimpin. Ya.. bencana bagi seorang pemimpin bukanlah ketika ia kehilangan kekuasaannya, bukanlah ketika ia kehilangan hartanya, tapi ketika rakyat merasakan perih yang amat sangat melihat perilaku Sang Pemimpin, sehingga rakyatnya tidak lagi memberikan ridha mereka kepada Sang Pemimpin. Wah.. kalau sudah seperti itu, seharusnyalah setiap melangkah Sang Pemimpin akan merasa berjalan di atas bara api. Begitu berbahayanya ambisi dunia bagi seorang pemimpin sehingga Ali bin Abi Tha

CERMIN RETAK

Manusia... oh.. manusia.... Makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan. Dikaruniai kebebasan untuk memilih, baik ataupun buruk. Dikaruniai akal dan hati. Membangun peradaban dan membuat inovasi. Maka peradaban manusia akan selalu mengalami kemajuan dari detik ke detik, hari ke hari, tahun ke tahun, abad ke abad. Manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ketidaksempurnaan manusia adalah sebuah kesempurnaan. Maksudnya?? Bahwa Tuhan menganugerahkan peradaban itu kepada manusia dari sebuah ketidaksempurnaan manusia itu sendiri. Apa ketidaksempurnaan itu? Mata!! Loh kok?? Ya mata manusia. Indera yang membuat manusia mampu memandang dunia. Dari pandangannya terhadap dunia itu kemudian manusia mencerna, mengakumulasikan ke dalam otaknya, lalu mulai berkreasi, mulai mencipta. Dengan mata, manusia melihat, memandang dan mengamati dunia dan seisinya. Namun ada satu yang tidak bisa dilakukan oleh mata. Ada satu, dan hanya satu: melihat wajah pemiliknya sendiri. Itulah keunikan ciptaan Tuhan

Ketika Manusia Melembagakan Tuhan

“Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. MilikNya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisiNya tanpa izinNya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmuNya melainkan apa yang Dia kehendaki. KursiNya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar” (QS 2:255) Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Meliputi. Meliputi jagad alam semesta, meliputi segenap ruang dan waktu. Tak ada celah ruang kosong yang tidak diliputiNya. Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. KekuasaanNya tak terbatas dan tak terjangkau. KekuasaanNya meliputi jagad alam semesta. Tak ada celah ruang kosong yang tidak dikuasaiNya. Dari alam tak terbatas hingga sel terkecil dari makhluknya, tak ada yang luput dari kuasaNya. Manusia hanyalah set

MERDEKA (II)

“Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah” Kata hati manusia pada dasarnya tidak pernah bertentangan dengan Tuhannya. Ya, ruh yang ditiupkanNya menjadikan secara naluriah tujuan manusia adalah Tuhan. Namun terkadang manusia terpenjara oleh belenggu-belenggu keduniawian. Ada belenggu harta kekayaan, belenggu jabatan dan kekuasaan, serta segala hal selain Tuhan yang mendominasi manusia . Jika manusia terpenjara oleh belenggu2 tersebut, manusia tidak akan pernah mencapai tujuannya, yaitu Tuhan. Untuk itu manusia harus memerdekakan diri dari berbagai belenggu yang memenjarakannya. Hanya dengan memerdekakan dirilah manusia bisa menuju Tuhan. Kisah Ibrahim dan Ismail adalah kisah manusia yang merdeka seutuhnya. Perintah menyembelih anak yang dicintainya merupakan salah satu ujian Tuhan yang diberikan kepada Ibrahim untuk memerdekakan dirinya. Sebagai Nabi tentunya Ibrahim telah mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Dan semua ujian tersebut selalu bisa dilaluinya. Ujian terakhir dan

AIR MENGALIR & VIDEO 'MUSEUM'

Ya.. ya.. ya.. Novi Ratnanoviasari saat ini sedang kurang kerjaan, menulis tentang video ‘museum’ artis yang menghebohkan itu. Hahahaaa... ya, aku sebut video ‘museum’ karena orang yang ‘memuseumkannya’ menganggap kejadian itu adalah kejadian langka sehingga dia berpikir perlu untuk ‘memuseumkannya’ hihihihiiii.. Baiklah, dimulai dari cerita tentang sebuah sungai yang memenuhi kebutuhan air di suatu desa. Karena sungai tersebut sangat dibutuhkan maka Sang Kepala Desa menugaskan seorang kuncen untuk mengawasi dan menjaga aliran tersebut. Kuncen yang pandai dan amanah ini sangat menyadari tugasnya. Ia mendirikan sebuah pos di hulu sungai. Setiap hari ia selalu berjaga dan mengamati sungai dari pos tersebut. Namun ia juga selalu menyusuri sungai itu dari hulu menuju hilir untuk memastikan bahwa air itu selalu bisa digunakan penduduk desa dengan aman. Pada suatu pagi, seperti biasa Sang Kuncen berjalan menyusuri hulu sungai. Hal yang selalu ia lakukan adalah menyiduk air dengan

MERDEKA

Teringat satu waktu, ketika mengikuti Training for Trainer (TFT) dulu. Topik materinya adalah tentang ‘Kemerdekaan’. Seorang dosen mantan aktivis dari jurusan seberang dipanggil untuk memberikan materi. Sesi tersebut dibuka dengan pertanyaan dari pembicara: “Ada yang tahu Merdeka itu artinya apa?” Peserta TFT ramai berbicara. Dan aku pun ikut mengangkat tangan. Sang pembicara menunjukku. “Merdeka adalah bebas dari rasa takut” jawabku. “Takut terhadap apa? Kalau saya takut terjepit meja, apakah berarti saya tidak merdeka?” selidik Sang Pembicara. “Takut terhadap segala sesuatunya, kecuali takut terhadap Tuhan” kataku lagi. Tiba-tiba Sang Pembicara berujar sesuatu yang jauh dari materi pembicaraan: “Ah...” katanya “Kita di sini jangan berbicara tentang Tuhan deh, tidak semua orang percaya tentang Tuhan. Dosen2 ada juga yang tidak percaya terhadap Tuhan.” Mendengar jawaban Sang Pembicara yang juga dosen itu, aku diam tidak berkata apapun. Sang Pembicara pun berlanjut dengan materi dan d

Tanggapan untuk Notes Gus Hafidh "'Nabi dan Wahyu' Pancasila"

Terima kasih Gus karena saya sudah ditag dalam tulisan Gus Hafidh. Mohon maaf karena baru sekarang saya bisa menanggapi, karena tanggapannya agak panjang jadi saya berpikir untuk menanggapi lewat notes. Sedangkan beberapa hari ini agak sulit bagi saya terbangun di ujung malam, waktu dimana saya biasa menulis. Menanggapi tulisan Gus Hafidh, saya melihat aura optimisme, aura semangat. Dan saya juga meyakini bahwa GH selalu berpegangan pada usaha dan kerja keras manusia di balik penyerahan diri kepada Allah. Ada 3 pandangan dalam masyarakat yang selama ini saya lihat mengenai hakekat kehidupan manusia di dunia ini dan hubungannya dengan Tuhan YME. Yang pertama pandangan bahwa manusia itu murni ada dan berkegiatan atas usaha manusia itu sendiri tanpa campur tangan Tuhan YME. Pandangan ini tentunya berdekatan dan banyak dipengaruhi dengan paham materialisme. Yang kedua manusia berkegiatan, berbuat, berusaha itu semua digerakkan oleh Tuhan YME. Yang ketiga pandangan bahwa Tuhan mencampuri