Langsung ke konten utama

Pekerjaan Paling Hina Di Dunia

Siang yang panas. Aku dan Maula mengambil tempat duduk plastik di atas trotoar dan mulai memesan makanan. Satu mangkok mie ayam untukku dan satu piring siomay dengan saus kacang di pinggir piring untuk Maula. Tentunya 2 teh botol dingin sebagai penyeimbang udara dan makanan yang panas.

Makanan belum datang, seorang ibu berpakaian lusuh dan menggendong bayi yang ditutupi kain menghampiri kami sambil menengadahkan tangannya. Maula berbisik:
"Bun... kasih Bun, kasian."
"Adek aja yang kasih." jawabku.
Maula mengambil uang 2000 rupiah yang kupegang dan memberikannya pada Ibu itu. Dia lalu mengamati si Ibu sampai menghilang dari pandangan.

Piring siomay Maula datang. Sebelum memasukkan suapan pertama ke mulutnya Maula bertanya:
"Bun, mengemis itu pekerjaan yang hina ya?"
"Maksud Adek mengemis kayak Ibu itu?"
Maula mengangguk.
"Tergantung, Dek. Kalau dia sebenarnya mampu bekerja tapi lebih senang  mengemis karena malas ya itu tidak baik."
"Kalau dia tidak mampu bekerja tidak apa-apa mengemis?"
"Ya kalau dia tidak punya pilihan lain selain mengemis ya nggak apa-apa. Asal jangan berbohong dan menipu."
Maula manggut-manggut. sementara aku bergulat pada pikiranku. Aku ingin bercerita pada Maula tentang pekerjaan paling hina. Tapi aku tidak mau memberikan input negatif padanya. Maka pikiranku pun bergulat sendiri.

Pekerjaan paling hina di jaman teknologi. Orang yang melakukan pekerjaan ini tidak berpakaian lusuh seperti pengemis, tidak berwajah kusut. Bahkan mungkin dia berpakaian rapi dan memakai parfum mahal. Mungkin dia ke mana-mana membawa gadget yang canggih dan handphone yang terbaru. Mereka bukan orang-orang yang bodoh. Bahkan mungkin lulusan pendidikan tinggi. Namun pekerjaan yang dilakukannya jauh lebih hina daripada mengemis dengan cara berbohong. Jauh lebih hina daripada para wanita panggilan yang menjajakan tubuhnya. Mereka yang melakukan pekerjaan hina itu adalah mereka yang mendapatkan uang dari menjual dan menyebarkan fitnah.

Fitnah itu sendiri sangat keji. Bahkan konon lebih keji daripada pembunuhan. Fitnah bukan hanya berdampak pada korban yang difitnah. Tapi juga orang-orang dekat korban. Mereka yang melakukan pekerjaan ini  menjual diri, intelektual dan kemanusiaannya. Maka pekerjaan yang menghasilkan uang dari menjual fitnah adalah pekerjaan yang paling hina. Sebagaimana Rasulullah mengibaratkan bergunjing dengan memakan bangkai saudara sendiri, lalu bagaimanakah mengibaratkan mencari uang dengan menjual fitnah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel