Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Ilmu Yang Merasuk Ke Dalam Hati

Ada diskusi yg menarik tadi siang dari twitterland. Saya menyimak seseorang menulis: "kalau dia seorang akademisi pasti dia akan bisa menghargai perbedaan". Hmmmm... Saya memiliki pandangan yang berbeda dengannya. Tingginya pendidikan seseorang sama sekali tidak bisa menjamin apakah orang tersebut bisa menghargai perbedaan. Saya mengetahui beberapa guru besar perguruan tinggi ternama yg luar biasa keilmuan dalam bidang yg dipegangnya (hormat saya untuk ilmu mereka yg luar biasa), tapi sayangnya sama sekali tidak bisa menerima perbedaan pendapat. Bahkan ilmuwan tersebut tdk segan untuk menggunakan kekuasaan sebagai seorang profesor terhadap mahasiswanya. Dan apakah jumlah kasus seperti ini bisa dihitung dengan jari? Coba telaah lingkungan di sekitar kita. Di Twitterland sering saya temui kenyataannya. Bagaimana pejabat publik senang adu mulut, yang bahkan topik pertengkarannya sdh out of topic keluar jauh dari persoalan, malah menyinggung2 persoalan pribadi. Tinggi pen

Menjadi Heleconia

Musim kemarau kemarin saya sedikit kewalahan mengurus tanaman karena ART pulang kampung (ayahnya meninggal dunia). Banyak sekali pepohonan di halaman yang menderita karena tidak sempat saya siram. (Selain karena tidak tega juga banyak orang yang kesulitan mendapat air). Beberapa pohon zodia yang saya tanam berderet di depan jendela untuk mengusir nyamuk layu mendekati kering. Pada awalnya dedaunanya tertunduk layu. Semakin lama mulai mengering. Sebagian sudah mulai berwarna kecoklatan. Tapi ketika diamati, pohon zodia yg tumbuh di dekat pohon heliconia (pisang-pisangan) sama sekali tidak kekeringan. Daun-daunnya tetap segar mengkilat. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kekurangan air. Meskipun sudah berhari-hari tidak pernah kusiram, dan berhari-hari pula hujan tak kunjung turun. Tanah sudah mulai merekah pecah-pecah. Rerumputan di halaman pun berganti warna menjadi kecoklatan. Tetapi sama dengan zodia, rerumputan yang tumbuh di sekitar pohon heleconia tetap hijau segar. Tak ada satupun

Antara Proses dan Hasil

​Satu waktu seorang supir taksi mengeluh pada saya tentang supir-supir angkot yang tidak disiplin dan membuat jalanan macet. "Pendidikan! Itu penyebabnya mereka tidak disiplin!" kata si supir taksi itu berapi-api. "Coba kalau sekolah gratis! Supir-supir angkot itu mungkin akan lebih bisa disiplin!" lanjutnya. ​Saya tersenyum mendengarkan. Setidaknya supir taksi ini telah melakukan pengamatan, mencoba menganalisis persoalan dan mendapatkan jawaban dari permasalahan itu adalah pendidikan. Saya kagum dengannya. ​Sementara itu saya masih mendengarkan dan bersikap mengiyakan. Kemudian pikiran saya melayang. Pada anak2 yang tak sekolah di pinggir jalan, pada kemiskinan yang semakin meningkat sementara pemerintah terus mengklaim tingginya angka pertumbuhan ekonomi. Pada anak-anak sekolah yang berteriak histeris karena tidak lulus Ujian Nasional. Pada korupsi yang semakin meningkat meskipun kita telah memiliki berbagai badan penanganan korupsi. Meskipun sudah berpuluh-pul

Bangsa Merdeka

66 tahun Indonesia merdeka adalah ketika indonesia benar-benar merdeka. Sungguh benar-benar merdeka. Kemerdekaan bagi penguasa untuk korupsi. Kemerdekaan bagi rakyat untuk terus dibohongi. Kemerdekaan bagi kaum pelajar untuk dibodohi. Kemerdekaan bagi kaum beragama untuk terus saling menindas. Kemerdekaan bagi politikus untuk membual. Kemerdekaan bagi bangsa asing untuk terus mengisap kekayaan negeri. Maka, kemana perginya kemerdekaan sebuah bangsa yg dulu pernah dicita-citakan bersama?

Handphone

Sejak kelas 2 SD Nisa sudah merayu Ayah Bundanya untuk membelikan handphone untuknya. Tentu saja karena kawan-kawannya sudah banyak yang menggunakan HP. Yah, meskipun sekolahnya hanya SD Negeri biasa yang menggratiskan pendidikan untuk murid-muridnya (sungguh gratis, karena dari pertama masuk sampai kelas IV sekarang ini kami tidak pernah mengeluarkan uang untuk sekolahnya kecuali 1 baju batik dan sepasang baju olahraga), meskipun murid-murid di sekolahnya berasal dari berbagai kalangan ekonomi, baik menengah ke atas maupun ekonomi lemah tapi soal trend yang satu ini kawan-kawannya dilanda demam handphone juga. Kami bertiga –aku, Nisa dan Ayahnya- sudah sepakat mengijinkan Nisa menggunakan HP ketika SMP. Namun seringkali ketika ada berbagai iklan merk handphone baik di televisi maupun di suratkabar Nisa mulai goyah. Mencoba merayu Ayah Bundanya lagi. Dan tidak pernah bosan kami pun menjelaskan alasan kenapa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuknya memiliki HP. Nisa: Kenapa sih

Melati Yang Membisu

Menjelang subuh seperti ini, ada banyak dialog-dialog yang melintas di kepala. Di antaranya tentang keikhlasan. Telah dipatrikan bahwa ikhlas adalah membiarkan amalan-amalan yang telah kita perbuat menjadi sebuah rahasia berdua antara kita dan Tuhan. Maka hubungan antara kita dan Tuhan akan terasa lebih istimewa, terasa lebih indah dengan banyaknya rahasia-rahasia yg tersimpan. Ada banyak sekali godaan untuk membocorkan rahasia-rahasia tersebut, seperti alasan agar amalan rahasia itu bisa diteladani oleh banyak org. Ah.. manusia.. terkadang masih haus akan puja puji duniawi. Ya nyatanya begitulah.. akan ada banyak godaan setelah melakukan sebuah amalan, yang mungkin tidak mengurangi nilai amal tersebut tapi hanya mengurangi keindahan hubungan dgnNya. Bahkan, dalam percakapan-percakapan rahasia antara kita dan Dia pun akan ada rasa malu untuk menostalgiakan amalan yg telah kita perbuat. Alamaaak.. Apa kita bisa berpikir bahwa Dia demikian pelupanya sehingga harus dinostalg

SEBUAH SISTEM KESEIMBANGAN DALAM BERNEGARA.

Ketika kita membicarakan sebuah negara, maka -selain ‘property’negara- berarti kita akan berbicara menyangkut 2 hal: Pemerintah dan Rakyat. Pemerintah adalah sebagian kecil warga negara yang berperan sebagai penyelenggara negara, sedangkan rakyat (saya definisikan disini) sebagian besar warga negara yang mengumpulkan dana untuk biaya penyelenggaraan negara. Dalam sebuah negara Demokrasi, peran pemerintah dan rakyatnya ibarat dewan komisaris dan dewan direktur. Rakyat sebagai pemegang saham dalam sebuah negara (dewan komisaris), sedangkan pemerintah sebagai penyelenggara pengambil keputusan (dewan direksi). Apakah dalam bernegara ini definisi pemerintah dan rakyat bisa diartikan sebagai Yang Mengurus (Pemerintah) dan Yang Diurus (rakyat)? Belum tentu! Dalam berbagai hal ada banyak sekali peranan masyarakat/rakyat yang mengusahakan untuk mengurus dirinya sendiri. Ini akan terjadi jika dalam beberapa hal kebutuhan yang mendesak masyarakat merasa tidak dapat lagi menunggu pemerintah un

CERITA TENTANG LUMUT DAN KARTINI

Semua pasti mengenal lumut. Si tumbuhan yang kecil mungil, terkadang tingginya pun tak mencapai 0.5 cm. Lumut tumbuh di tempat-tempat yang tak terawat pada sebuah bangunan. Di zaman ketika masyarakat -mulai dari pejabat, artis sampai masyarakat biasa- meneriakkan go green seperti sekarang ini, apalah artinya lumut. Adakah yang sengaja menumbuhkan lumut di sekitar rumahnya atau lingkungannya? Pohon-pohon yang ditanam di sekitar rumah tentulah pohon besar, yang rimbun. Syukur-syukur pohon itu kemudian berbuah, sehingga si empunya rumah bisa menikmati hasilnya kelak. Atau paling tidak pohon besar yang rimbun, yang bisa menyimpan air. Seperti saya misalnya yang mengidam-idamkan menanam pohon trembesi di sekitar rumah. Tapi siapa yang ingin menanam lumut? Meskipun sebenarnya lumut-lumut tebal di hutan pedalaman sana menyimpan banyak air. Bahkan terkadang bisa menjadi sumber air. Tapi tentu saja tak ada yang berkehendak menanam lumut meskipun sedang semangat-semangatnya lantang berteri

Selamat Ulang Tahun, Dok..

“Saya punya satu rahasia yang akan saya ceritakan pada Ibu” kata dr Sugeng setengah berbisik padaku dan suami. “Wah.. apa itu dok?”   “Sebenarnya waktu itu telat 30 menit saja mungkin Ibu sekarang sudah tak ada di sini lagi. Paru-paru membesar, menggeser jantung hingga ke tengah” papar dokter spesialis paru-paru itu sambil memandang Nisa yang berada di pangkuanku.  Ah... kalau itu sih.. apa rahasianya? “Dokter yang lain sudah pesimis dan menduga hanya bisa menyelamatkan bayi Ibu saja. Tapi saya bersikeras untuk menyelamatkan keduanya, Ibu dan bayi Ibu. Ibu tahu mengapa?” Aku menggeleng. “Karena ketika itu saya berulang tahun. Ulang tahun yg ke 50! Jadi saya berpikir saya harus berusaha untuk bisa menyelamatkan keduanya. Kalau berhasil ini adalah hadiah ulang tahun yang tak ternilai bagi saya” dr Sugeng membelai rambut Nisa.  Bagi dr Sugeng Nisa adalah cucunya. Aku terharu. Pantas saja suamiku bercerita hari itu dr Sugeng ~seorang Pulmonolog