Langsung ke konten utama

Tentang Si Mata Satu... eh... Si Mata Hati

Sering mendengar tentang istilah mata hati. Apaan sii tuuh? Apaaann yaaaa...? Kalau didefinisiin kesannya teoritis banget yak.. :D

Yang jelas, mata hati ini seringkali membantu menjadi bodyguard bagi kita dalam membaca persoalan di sekeliling kita, dalam mengambil langkah dan keputusan.

Bagiku mata hati itu seperti pisau. Bisa tajam, bisa tumpul, bisa membantu kita dalam melangkah, namun bisa juga melukai kita.
Mata hati yang tajam, seringkali membantu dlm mengambil keputusan dan langkah yg tepat meskipun kita tengah berada dalam kebimbangan dan kegalauan. Semakin tajam mata hati, semakin mudah kita merasakan mana pilihan dan langkah yg tepat & baik dalam hidup. Semakin tepat juga analisa2 kita dalam menghadapi satu persoalan. Enaknya org2 yg tajam mata hatinya, mereka lebih tenang, lebih woles.. tidak mudah galau, tidak mudah resah dan gelisah bagai semut merah yang berbaris di dinding mena... (stop!! Kembali ke laptop!!!!)
*lanjut*
Tapi kalau mata hati sudah tumpul, maka dia akan menjerumuskan diri kita dalam kubangan lumpur kesulitan serta kegelisahan.

Maka... mata hati harus selalu diasah. (Eh... ini mah kata lagunya Iwan Fals yak? Hehehee...) Bagaimana cara mengasahnya? Mengasah mata hati bukan hanya dengan rajin beribadah ritual saja (makanya tidak sedikit org2 yg rajin beribadah ritual... tapi kok.... yaaa... gitu deh..).

Rajin berinteraksi dengan masyarakat miskin, melihat sendiri dari dekat penderitaan mereka, bersentuhan kulit dan hati dengan mereka juga sangat membantu mengasah mata hati kita. Ingat yaa kata kuncinya: BERINTERAKSI. Bukan hanya berdiskusi, berteori dan berbicara tentang kemiskinan sambil ngopi2 di cafe atau sambil berapi2 di socmed :D

Selain itu... "iqra" terhadap lingkungan di sekitar kita adalah cara lain yg juga bagus untuk mempertajam mata hati. Termasuk di sini 'iqra' terhadap pendapat dan pengalaman org lain... siapapun itu, meskipun org itu lebih bodoh, lebih minim pengalaman, bahkan lbh bejat dari kita.
Sebaik2nya batu asahan untuk mata hati adalah iqra dr org yg kita benci dan kita pandang sebelah mata.

Ada cara mengasah... ada juga cara menumpulkan mata hati. Bagaimana cara menumpulkannya? Berbuat maksiat adalah salah satu yg membuat mata hati kita mudah tumpul. Menyakiti org2 dekat kita juga membuat mata hati kita menjadi tumpul. Ketika pada awalnya berbuat maksiat atau menyakiti org lain, mata hati kita masih berfungsi sbg bodyguard.. memberikan sinyal agar kita mengambil langkah lain yg lebih tepat. Dan jika kita mengabaikan sinyal itu, kita tak peduli... terus maju jalan bermaksiat.. juga menyakiti org2 di sekitar kita. Walhasil... seringnya mengabaikan sinyal ini membuat si mata hati menjadi tumpul.

Sombong, angkuh, merasa diri lebih hebat, merasa lebih berpengalaman, lebih pintar, lebih benar dr orang lain... inilah yg paling ampuh menumpulkan mata hati seseorg.

Satu lagi yg rawan sekali menumpulkan mata hati... adalah... yg sekarang semua org seperti berlomba2 terjun ke dalamnya: politik dan kekuasaan :D Karena ketika kita terpenjara dalam ikatan politik seringkali kita terpaksa harus mengabaikan "sinyal peringatan mata hati" dlm berpendapat, mengambil keputusan atau bertindak. Yg benar disalahkan dan yg salah dibenarkan karena kita sudah terikat. Sekali lagi... mengabaikan sinyal mata hati inilah yg mudah sekali menumpulkannya.

Jadiiiiii... KALAU berniat terjun dalam politik dan kekuasaan.. tetaplah terus mengasah mata hati kita dengan bersedia bahkan rajin berinteraksi dengan masyarakat yg tidak beruntung, yang dekil dan bau itu. Juga rajin "iqra" persoalan yg ada di sekeliling kita dari org2 yg kita benci/pandang sebelah mata. Perbedaannya sangat nyata loh dalam tindak tanduk serta pendapat org2 yg tajam mata hatinya, dengan yg sudah tumpul.

Jadi... mari kita rajin2 mengasah mata hati.

*Catatanku yg berkaca dari pengalaman tumpulnya mata hatiku sendiri :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad