Langsung ke konten utama

GERAKAN ANTI KEBODOHAN (Catatan Kecil 20 Mei 2012 Untuk Anak Muda Bangsa Ini)

Jika kita menuliskan "Gerakan Anti Kebodohan" pada search engine via internet, hasil pencarian yang muncul sebagian besar merujuk pada sebuah gerakan mahasiswa di ITB. Ya Gerakan Anti Kebodohan dicetuskan oleh Dewan Mahasiswa ITB pada tahun 1977. Gerakan mahasiswa ini tidak bisa dipisahkan dengan Gerakan Mahasiswa ITB setahun kemudian: 1978, yang menjadi bagian dari sejarah kelam gerakan mahasiswa Indonesia. Awal mula organisasi mahasiswa dibekukan. Awal mula Perguruan Tinggi kehilangan independensinya. Ketika tentara menyerbu kampus, mahasiswa ditangkap dan dipenjara karena menolak Soeharto.


Gerakan Anti Kebodohan sendiri lebih banyak menyoroti persoalan-persoalan dunia pendidikan yang terjadi pada masa itu. Tingginya angka buta huruf, putus sekolah, kesejahteraan guru, dan lain sebagainya.


Namun bagi saya Gerakan Anti Kebodohan adalah sebuah gerakan yang abadi.

Bagi saya, Gerakan Anti Kebodohan tahun 1977 bukanlah Gerakan Anti Kebodohan yang pertama.

Bagi saya Gerakan Anti Kebodohan telah dimulai di masa Nabi-Nabi besar jaman dahulu. Termasuk yang fenomenal adalah di masa Rasulullah SAW.


Kondisi masyarakat Arab ketika itu memiliki peradaban yang tinggi, namun jahil/bodoh dalam hal tatanan masyarakat. Perang antar kabilah, melecehkan kaum wanita, perdagangan manusia, kecurangan dalam perdagangan, maksiat dan lain sebagainya. Lalu Muhammad datang sebagai pencerah di tengah kebodohan. Berjuang untuk memperbaiki tatanan masyarakat yang telah rusak.


Beratus-ratus tahun kemudian, di Indonesia, Gerakan Anti Kebodohan menjelma menjadi sebuah proses yang sangat panjang bagi bangsa ini untuk melepaskan diri dari penjajahan. Ya, penjajahan adalah sebuah gerakan pembodohan. Pemikiran-pemikiran kritis adalah musuh utama dalam penjajahan. Itulah sebabnya, di belahan bumi mana pun, penjajahan tidak menginginkan bangsa yang dijajahnya menjadi cerdas, tercerahkan. Penjajah selalu merasa aman jika bangsa yang dijajahnya memiliki ketergantungan padanya. Ibarat candu yang membuat manusia tergantung padanya, seperti itulah penjajahan bekerja. Maka penting sekali bagi sebuah sistem penjajahan untuk membuat masyarakat yg dijajahnya tetap bodoh.


Membebaskan diri dari belenggu penjajahan berarti membebaskan diri dari kebodohan. Bangsa yang Merdeka adalah bangsa yang tercerahkan. Kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa pencerahan. Tidak mungkin diraih jika kita masih terkungkung dalam kebodohan.


Perjuangan meraih kemerdekaan selama 350 + 3.5 tahun adalah sebuah Gerakan Anti Kebodohan yang menggelinding ibarat bola salju. Semakin lama semakin berkembang dan semakin maju sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat ketika itu.

Dimulai ketika kesadaran terhadap penjajahan hingga timbulnya berbagai perlawanan di belahan Bumi Indonesia, hingga munculnya kesadaran untuk berorganisasi dgn dibentuknya SDI, SI dan Budi Utomo. Diteruskan dengan kesadaran untuk berjuang bersama2 di bawah Sumpah Pemuda hingga mencapai kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, semua itu adalah proses perjuangan membebaskan diri dari kebodohan. Semua itu adalah perwujudan Gerakan Anti Kebodohan.


Sebagai sebuah gerakan yang abadi, tentunya Gerakan Anti Kebodohan tidak berhenti sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Gerakan Anti kebodohan masih berlanjut pada tahun 1966, berlanjut pada tahun 1973, 1977, 1978, 1988, 1998. (Dan yang menjadi catatan penting di sini adalah pelopor gerakan ini di Indonesia dan belahan dunia lainnya adalah anak-anak muda).

Dan apakah Gerakan Anti Kebodohan ini masih berlanjut sampai sekarang? Tentu saja! Bacalah secara perlahan-lahan kondisi di sekeliling kita saat ini. Karena penjajahan sebagai wujud nyata pembodohan, dan sebagai antitesa Gerakan Anti Kebodohan masih terjadi hingga sekarang.


Bangsa ini tidak berdaya terhadap kekayaan alamnya sendiri. Sama halnya seperti ratusan tahun lalu. Ketidakberdayaan ini harus terus berlangsung bagi para 'penjajah'. Sehingga bangsa ini harus dibuat tergantung terhadap bangsa lain.

Maka tak ada kata lain, Gerakan Anti Kebodohan masih harus berlangsung sampai saat ini. Dan bagian tersulitnya adalah ketika kita semua diberikan 3 pilihan peran di dalamnya, peran yang selama ini selalu ada dalam sejarah Gerakan Anti Kebodohan:

1. Sebagai bagian dari penjajahan,

2. Sebagai bagian dari Gerakan Anti Kebodohan,

3. Sebagai penonton.


Yang mana pilihan kita berpulang pada pendapat dan pemikiran masing-masing.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel