Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb.
Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pelajaran kelas 6 SD.
1. Mengenai alasan Indah data diambil dari tahun 2002 karena KPK dibentuk sejak tahun 2002. Silakan dicek kembali data KPK Watch yang tidak hanya mengambil data KPK, tapi juga dari Kejaksaan. Dan kita tahu bahwa Kejaksaan dan Kepolisian sudah berdiri jauh sejak sebelum KPK berdiri. Kenapa data yang diambil sejak tahun 2002?
2. Mengenai keraguan terhadap objektifitas saya yang dihubung-hubungkan dengan tulisan "Pendekatan Pembangunan Ala Jokowi", saya tidak melihat korelasinya. Apakah seseorang yang menulis dan memuji Jokowi berarti tidak bisa membuat opini yang obyektif? Jika demikian anggapannya, maka Anda harus memahami apa itu Objektif, dan apa itu Subjektif. Silakan dibaca tulisan saya di blog ini yang berjudul "Antara Apa dan Siapa". Seseorang yang Objektif tidak akan mellihat siapa yang menulis, tetapi dia melihat apa yang ditulis/pemikirannya.
Silakan juga dilihat jawaban saya terhadap satu komentar di tulisan ttg KPK Watch tsb. Kalau saya mengulas data KPK Watch untuk menguntungkan satu partai, saya tidak akan menyatakan akun @KPK_Watch_RI yang membalikkan data akun @KPKWatch_RI sebagai abal2. Saya pasti akan membenarkan data @KPK_Watch_RI karena menguntungkan PDIP bukan? :)
Nah sekarang kita bahas pertanyaan yang sebenarnya sudah beberapa kali saya bahas di komen. Dan supaya tidak berulang lagi (capek juga menjelaskannya berulang2 kali... :) ) maka baiklah saya bahas lagi di sini. Sekali lagi mohon maaf saya menjelaskan dengan contoh soal cerita anak kelas 6 SD. Ayok coba kita kerjakan soal cerita di bawah ini:
Saya yakin dan berharap semua kawan-kawan tidak ada yang salah menjawab soal cerita ini ya.. Semua menjawab dengan jawaban yang benar bukan? :)
Nah kalau semuanya benar menjawab soal cerita tersebut, saya coba kasih lagi satu soal cerita yang modelnya sedikit mirip, tetapi angka dan kasusnya berbeda. Yuk kita coba jawab lagi soal cerita di bawah ini:
Bagaimana... apa jawaban kawan2? yang benar atau yang salah? Kalau jawabannya ternyata sama dengan jawaban yang salah... ya seperti itulah metoda yang digunakan oleh KPK Watch dengan memasukkan caleg, kepala daerah, mantan kepala desa pada jumlah koruptor lalu membaginya dengan perolehan suara partai di pemilu 2009.
Bagaimana... sudah jelaskah? Kalau masih belum jelas juga... ya... mohon maaf saya bingung harus menjelaskannya bagaimana lagi. Hanya butuh 1 hal untuk memahaminya kok: KEJUJURAN.
Salam :)
Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pelajaran kelas 6 SD.
1. Mengenai alasan Indah data diambil dari tahun 2002 karena KPK dibentuk sejak tahun 2002. Silakan dicek kembali data KPK Watch yang tidak hanya mengambil data KPK, tapi juga dari Kejaksaan. Dan kita tahu bahwa Kejaksaan dan Kepolisian sudah berdiri jauh sejak sebelum KPK berdiri. Kenapa data yang diambil sejak tahun 2002?
2. Mengenai keraguan terhadap objektifitas saya yang dihubung-hubungkan dengan tulisan "Pendekatan Pembangunan Ala Jokowi", saya tidak melihat korelasinya. Apakah seseorang yang menulis dan memuji Jokowi berarti tidak bisa membuat opini yang obyektif? Jika demikian anggapannya, maka Anda harus memahami apa itu Objektif, dan apa itu Subjektif. Silakan dibaca tulisan saya di blog ini yang berjudul "Antara Apa dan Siapa". Seseorang yang Objektif tidak akan mellihat siapa yang menulis, tetapi dia melihat apa yang ditulis/pemikirannya.
Silakan juga dilihat jawaban saya terhadap satu komentar di tulisan ttg KPK Watch tsb. Kalau saya mengulas data KPK Watch untuk menguntungkan satu partai, saya tidak akan menyatakan akun @KPK_Watch_RI yang membalikkan data akun @KPKWatch_RI sebagai abal2. Saya pasti akan membenarkan data @KPK_Watch_RI karena menguntungkan PDIP bukan? :)
Nah sekarang kita bahas pertanyaan yang sebenarnya sudah beberapa kali saya bahas di komen. Dan supaya tidak berulang lagi (capek juga menjelaskannya berulang2 kali... :) ) maka baiklah saya bahas lagi di sini. Sekali lagi mohon maaf saya menjelaskan dengan contoh soal cerita anak kelas 6 SD. Ayok coba kita kerjakan soal cerita di bawah ini:
Saya yakin dan berharap semua kawan-kawan tidak ada yang salah menjawab soal cerita ini ya.. Semua menjawab dengan jawaban yang benar bukan? :)
Nah kalau semuanya benar menjawab soal cerita tersebut, saya coba kasih lagi satu soal cerita yang modelnya sedikit mirip, tetapi angka dan kasusnya berbeda. Yuk kita coba jawab lagi soal cerita di bawah ini:
Bagaimana... apa jawaban kawan2? yang benar atau yang salah? Kalau jawabannya ternyata sama dengan jawaban yang salah... ya seperti itulah metoda yang digunakan oleh KPK Watch dengan memasukkan caleg, kepala daerah, mantan kepala desa pada jumlah koruptor lalu membaginya dengan perolehan suara partai di pemilu 2009.
Bagaimana... sudah jelaskah? Kalau masih belum jelas juga... ya... mohon maaf saya bingung harus menjelaskannya bagaimana lagi. Hanya butuh 1 hal untuk memahaminya kok: KEJUJURAN.
Salam :)
OOT : entah kenapa 0.0124% itu terlihat jauh lebih besar dari 0.008% :)
BalasHapusHallo Irfan, maaf gambarnya manual. Terima kasih :)
BalasHapusSaya bolak-balik baca tulisan mbak Indah dan mbak Novi. Baru saya nyambung sekarang. Untuk menanggapi tulisan mbak Novi sebelumnya mengenai perhitungan yang hanya menggunakan jumlah pemilih tahun 2009, maka mbak Indah malah menjumlahkan jumlah pemilih 2004 dan 2009. Wah, bukannya makin kacau itu mbak?
BalasHapusHay Vf.. hehehehe... membandingkan dengan jumlah pemilih 2009 saja sudah absurd sebenarnya. Yang korupsi kan yang dipilihnya/Anggota Legislatifnya, bukan pemilihnya.. lah ini kok dibandingkan dengan pemilihnya? hihihihiii...
BalasHapusKalau misalnya data itu dibandingkan dengan jumlah anggota legislatifnya, maka hasil partai terkorupnya bisa ganjil, ajaib... bisa lebih dari 100%.. hihihiii.... gimana nggak, lah caleg sama kepala daerahnya dimasukin :)
Akhirnya penelusuran saya sampai kesini, btw bagus mbak ulasannya. :)
BalasHapusHalo Gigin Ginanjar, terima kasih ya sudah mampir :)
Hapus