Langsung ke konten utama

Di Raudhah, Allah "Berkisah" Tentang Umat Muslim Saat Ini

Ada sebuah tempat di dalam Masjid Nabawi Madinah yang disebut-sebut oleh Rasulullah sebagai taman surga,

                             "Antara mimbarku dan rumahku merupakan taman dari taman-taman surga"                                                                                                                    (H.R. Al Bukhari & Muslim)

Tempat itu adalah Raudhah. Tempat yang disebut sebagai tempat mustajab untuk berdoa. Setiap umat muslim yang datang ke Masjid Nabawi tidak pernah melepaskan kesempatan untuk masuk ke Raudhah. Ada yang sekedar berdoa dengan khusyuk.. ada pula yang menyempatkan untuk bisa sholat beberapa raka'at di sana.

Untuk masuk ke dalam Raudhah ada pembagian waktu bagi kaum wanita.. yang tentu saja pintu masuknya pun dipisahkan antara wanita dan pria. Selain itu juga ada jalur khusus untuk pengguna kursi roda.
Pertama kali masuk ke Raudhah, saya sambil mendorong kursi roda ibu saya. Tadinya kami berdua mau bergabung dengan rombongan biasa. Tetapi kemudian diarahkan oleh Petugas Askar ke jalur khusus pengguna kursi roda.

Sebelum masuk ke antrian jalur khusus kursi roda, saya dan Ibu saya dihadang oleh seorang Ibu yang menggunakan bahasa Indonesia. Dia memegang tangan saya dan bertanya,
"Bu.. saya boleh ikut tidak dengan Ibu untuk masuk ke jalur kursi roda? Saya minta tolong, karena besok saya sudah harus umrah ke Mekkah.. ini kesempatan terakhir saya".
Saya mempersilakan Ibu itu untuk ikut kami berdua. Setelah melewati "pintu" penjagaan pertama, Ibu itu berkata lagi kepada saya mengenai alasannya untuk ikut dengan kami,
"Kalau jalur kursi roda, antriannya lebih sedikit. Setiap kursi roda boleh didampingi dua orang, Bu.."
Saya hanya menyimak penjelasannya..
"Oh, Begitu.."

Melewati penjagaan Petugas Askar berikutnya, Ibu itu memisahkan diri dari kami sambil mengucapkan terima kasih. Dan saya tidak melihatnya lagi sejak itu.

Memang terlihat antrian jamaah yang menggunakan kursi roda berbaris rapi dan teratur. Beberapa kali rombongan lain yang tidak menggunakan kursi roda memotong antrian namun selalu diusir oleh Askar. Di antara mereka ngotot memaksa masuk dan berdebat sampai Petugas Askar terlihat kesal dan menepuk jidatnya sendiri 😅
Ada lagi yang berkelit dari Petugas Askar dengan cara berpura-pura akrab dan berbincang-bincang dengan wanita-wanita tua di kursi roda. Mungkin untuk memperlihatkan kepada Askar bahwa ia masuk ke dalam rombongan wanita di atas kursi roda itu. Ya seperti Ibu-Ibu yang bersama kami tadi.. tapi bedanya Ibu-Ibu yang bersama kami itu meminta ijin kami terlebih dahulu 😊

Yaaah..begitulah.. di sana hati harus terus menerus mengucapkan istighfar.. karena ada saja godaan-godaan yang mengundang untuk dikomentari. Ataupun kondisi-kondisi yang membuat kita melakukan perbuatan yg tidak seharusnya demi memenuhi ego kita sendiri dalam beribadah. Intinya menahan diri dan fokuskan diri serta niat untuk mendekatkan diri kepada Allah di sana.. bukan yang lain.



Sekitar 1 jam menunggu dalam antrian, dari jauh terlihat pintu makam Rasulullah. Dan mulai terlihat pula sistem yang diterapkan oleh Askar di dalam Raudhah yang khusus untuk pengguna kursi roda itu. Memang tempatnya kecil. Mungkin hanya sekitar 3x3m. Jamaah diijinkan masuk sesuai jumlah kapasitas tempat. Untuk kursi roda ditempatkan di bagian depan sekitar 3 shaf, sedangkan di bagian belakangnya ada 2 shaf tempat sholat untuk pendamping yang mendorong kursi roda. Jadi memang tempat untuk jamaah yang menggunakan kursi roda itu hanya bisa menampung 5 shaf saja.

Setelah jamaah masuk ke dalam Raudhah, Askar menutup pintu masuk dengan tali lalu mempersilakan jamaah di dalamnya sholat dengan tenang. Tak ada dorong-dorongan sama sekali. Semua berjalan dengan tenang dan khusyuk. Setelah beberapa menit, Askar akan mulai memerintahkan Jamaah untuk keluar. Beberapa Askar bertanya pada jamaah berparas Melayu, "Ibu sudah, Ibu?" Lalu Askar membantu mendorong kursi roda Ibu itu keluar dari Raudhah.

Semakin lama semakin mendekat, akhirnya tiba juga giliran saya dan Ibu saya masuk ke dalam Raudhah. Tidak usah dikisahkan bagaimana sholat dan perasaan kami di Raudhah. Biar itu menjadi cerita antara kami dan Allah😙
Hanya saja... meskipun para jamaah di dalam Raudhah yang disediakan khusus untuk kursi roda itu bisa sholat dan berdoa dengan tenang, rasanya ada yang mengganjal karena dari tempat itu jamaah langsung diarahkan keluar Raudhah tanpa bisa mendekat dan mengunjungi makam Rasulullah.. kami hanya bisa memandang bagian atas makam Rasulullah dari jauh.. 😥

Bagaimana mungkin datang dari Indonesia ke Madinah..  ke Masjid Nabawi, Rumah Rasulullah tanpa mengunjungi jasad Rasulullah? Manusia yang paling dirindukan umat Muslim di berbagai belahan dunia?

Maka di malam terakhir di Madinah, saya minta ijin pada Ibu dan Suami untuk kembali ke Raudhah menggunakan jalur biasa. Bukan jalur kursi roda. Kebetulan Ibu saya malam itu ingin istirahat di kamar, mempersiapkan diri dan tenaga untuk berangkat umrah ke Mekkah keesokan harinya.

Setelah Isya saya pun menunggu pintu Raudhah dibuka di bagian "Kumpulan Berbahasa Melayu". Memang antrian di bagian ini berbeda sistem dengan antrian di jalur khusus kursi roda
yang saya jalani bersama Ibu saya sebelumnya. Di bagian ini jamaah dibagi berdasarkan bangsanya: "Kumpulan Berbahasa Melayu", "Arab/Timur Tengah/Turki" dan "India-Afrika". Saya berusaha berpikir positif bahwa pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan komunikasi antara Askar dan jamaah dalam bahasa yang sama di dalam kelompok. Askar juga tidak menerapkan sistem barisan antrian seperti halnya untuk jamaah yang menggunakan kursi roda. Jadi tiap-tiap kelompok dipersilakan masuk berbondong-bondong. Kadang kala di dalam satu kelompok menyusuplah kelompok dari bangsa lain.

Seperti yang terjadi malam itu (Dan mungkin biasa terjadi sebelumnya), ketika jamaah dalam "Kumpulan Berbahasa Melayu" sedang duduk menunggu instruksi Askar yang mendampingi kelompok ini untuk melangkah maju, masuklah beberapa orang jamaah yang sepertinya dari Turki ke dalam kelompok kami. Rupanya dia tidak sabar untuk menunggu.. dan memilih merangsek masuk ke dalam barisan kelompok kami. Askar sudah menegur. Dan seperti biasa,.. Askar hanya bisa marah-marah dan berdebat.. lalu diakhiri dengan menepuk jidatnya sendiri saking kesalnya. Orang-orang Turki yang berbadan besar-besar itu melangkah maju sambil menekan kepala orang-orang Melayu yang sedang duduk agar mereka bisa bertumpu dan menjaga keseimbangan badannya 😛
Ada juga orang Turki yang lain yang menangis dan meratap "Yaaaaa Rasulullaaaaah... Yaaaa... Rasulullaaaah" sambil perlahan-lahan merangsek masuk ke dalam kelompok kami dan tiba-tiba saja sudah berada di tengah-tengah. Seperti biasa terjadi perdebatan antara orang Turki tersebut dan Askar.. dan akhirnya... ya seperti biasa juga.. Askar pasrah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.



Dalam hal ketertiban dan kerapihan memang orang-orang Melayu terkenal lebih di depan daripada jamaah lainnya.
Sebelum masuk Raudhah sendiri ada arahan yang ditulis besar-besar  pada selembar spanduk dan digantung agar jamaah tidak saling menyakiti untuk bisa masuk ke dalam Raudhah. Tapi ya entah kenapa seringkali arahan dan peringatan itu diabaikan.

Dan tibalah waktunya kelompok jamaah Berbahasa Melayu yang jumlahnya ratusan ini masuk ke dalam Raudhah. Askar pendamping memberikan aba-aba dan menghitung mundur. Maka yang selanjutnya terjadi... ibarat orang-orang yang merangsek masuk ke dalam toko discount besar-besaran setelah berjam-jam mengantri di luar. Berdesak-desakan, saling dorong, saling berebut.

Terus terang meskipun sudah sering mendengar cerita suasana di Rhaudah, tapi tetap saja saya shock dengan keadaan itu. Lalu saya merasa ada dorongan yang kuat sekali dari belakang. Saya menoleh dan melihat rombongan orang-orang Turki yang berbadan besar itu ikut masuk ke Raudhah bersama rombongan orang-orang Melayu. Mereka terus mendorong merangsek ke depan. Saya lihat beberapa orang wanita sedang shalat tepat di depan saya. Maka saya berusaha mati-matian menahan dorongan itu, tangan saya rentangkan dengan harapan bisa menghalangi orang-orang Turki itu merangsek ke depan dan mendorong jamaah yang sedang shalat di depan saya. "Don't push us, please... don't push us, they're praying!!" Tapi tentu saja permintaan saya tidak mereka dengarkan. Siapa saya? Askar saja dilawan.. 😌😌 Maka saya sekuat tenaga bertahan supaya bisa menjaga jamaah yang sedang shalat itu. Luar biasa tenaganya... badannya besar-besar.. 😅😅

Di saat-saat itu, beberapa kali saya menoleh ke makam Rasulullah dan mengucapkan salam. Sedih rasanya.. sangat sedih sekali bercampur aduk dengan rasa shock. Tiba-tiba ada insiden kecil di depan mata saya: seorang jamaah yang terlihat seperti dari Bangladesh atau India atau entah apalah itu.. memukul jamaah di sampingnya. Wajahnya merah padam memandang wanita yang dipukulnya itu.. Entah karena didorong atau apa.. saya tidak tau apa yang menyebabkan ia begitu marahnya. Saking kuatnya jamaah Bangladesh/India itu memukul wanita di sampingnya, kain penutup kepalanya sampai tertarik ke belakang.

Maka ketika itulah,,, menyaksikan peristiwa itu.. puncak rasa shock saya. Tanpa terkendali saya menangis, tidak bisa saya kendalikan. Lalu sekali lagi saya memandang makam Rasulullah sambil merasa malu. Maluuuu sekali.

Yaa Rasulullah.. maafkan kami umatmu. Engkau memohon kepada Allah agar umatmu di masa datang tidak terpecah belah karena perbedaan pendapat. Permohonan itu ditolak oleh Allah.
Maka... di sinilah kami terpecah karena perbedaan pendapat. Namun banyak dari kami terpecah, saling menyakiti bukan karena perbedaan pendapat, tetapi karena memperebutkan surga. Seperti yang saya saksikan malam itu. Mereka saling menyakiti karena berebut tempat di Raudhah... di Taman Surga.
Tapi alangkah malunya saya ketika itu semua dilakukan di depan.. di hadapan.. jasad Rasulullah! Sedih bukan main saya membayangkan bagaimana perasaan Rasulullah ketika mengetahui umatnya saling menyakiti tepat di hadapannya. Jangankan di belahan dunia lain.. di hadapan jasad Rasulullah saja umat Muslim bisa saling menyakiti satu dengan yang lainnya demi sekeping tempat di Taman Surga,..

Di situ saya menangis dan berkali-kali memohon maaf kepada Rasulullah atas perilaku kami umatnya. Saya merasa tidak tega untuk berlama-lama di sana. Saya hanya berdoa sebentar di dekat makam Rasulullah untuk kawan dan saudara yang menitipkan doa padaku.. terutama untuk alm Kakek yang waktu itu sedang sakit. Sedangkan memanjatkan doa untuk diriku sendiri.. saya sudah tidak punya muka di hadapan Rasulullah.. malu rasanya.

Susah payah saya mencari jalan keluar.. Saling bertabrakan dengan jamaah lain yang memasuki Raudhah karena tidak ada jalur khusus untuk keluar. Di perjalanan ke luar Raudhah itu sekali lagi saya melihat bagaimana susah payahnya orang-orang untuk sholat karena terdorong oleh jemaah di belakangnya. Lagi-lagi saya bersama beberapa orang Melayu berusaha menghalangi dan menjadi pagar betis dari dorongan orang-orang itu..  tetap saja mereka berhasil merangsek ke depan dan mendorong mereka yang sedang sholat.

Semua itu benar-benar menjadi potret bagaimana umat kita sekarang ini. Entah siapa Tuhan kita saat ini.. apakah agama yang menjadi Tuhan kita sekarang? Atau malah Surga yang menjadi Tuhan kita? Jika Allah yang menjadi Tuhan kita, lalu kenapa pula perintahnya agar kita tidak saling menyakiti tidak kita dengarkan? Kenapa pula hanya untuk mendapatkan sekeping tempat di Taman Surga kita tega menyakiti sesama umat Muslim?... melanggar perintah-Nya? Kita menangis-nangis, meratap menyatakan rindu kepada Rasulullah... tetapi di depan jenazahnya saja kita tega untuk saling menyakiti.😭😭

Saya merasa lemas, tenaga sepertinya terkuras habis. Bukan karena menahan dorongan orang-orang bertubuh besar itu, tetapi lemas karena sedih dan malu. Saya tidak tega membayangkan apa yang dirasakan Rasulullah mengetahui semua itu yang mungkin saja terjadi setiap hari di Raudhah.. di hadapan jasadnya sendiri. Sedangkan kita tau betapa sedihnya Rasulullah dulu membayangkan umatnya di masa datang hingga beberapa kali Beliau berucap, "Umatku.. Umatku... Umatku..."😭😭

Yah.. beginilah keadaan kita yang sesungguhnya. Saya seperti diperlihatkan semuanya di Raudhah oleh Allah.. Jangankan umat Islam di Indonesia, di depan jasad Rasulullah saja, kita bisa saling menyakiti tanpa mempedulikan perasaan Beliau jika mengetahuinya.  😭😭

Saya terus berjalan ke luar masjid, ke tempat suami yang duduk menunggu saya di depan Gate 26..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad