Langsung ke konten utama

Antara Membangun, Merenovasi Dan Memoles Sebuah Bangunan


Kali ini kita bicara tentang sesuatu yang berhubungan dengan dunia yang menjadi latar belakang saya: design & arsitektur.

Mungkin banyak dari teman-teman yang sudah pernah membangun atau merenovasi rumah, bukan? Bagaimana.. tentunya paham dong apa perbedaan antara membangun dan merenovasi. Jika membangun itu berarti memulai dari nol. Dari hanya sebidang tanah kosong, lalu kita membangun sebuah bangunan di atasnya. Sedangkan merenovasi berarti kita memperbaiki atau merubah bangunan yang sudah ada, jadi kita tidak memulainya dari nol. Ah... soal ini tentunya kita semua sudah sangat memahami ya... bahkan anak SD juga mungkin sudah memahami perbedaannya.

Tapi coba kita gali lebih dalam lagi perbedaannya. Manakah yang lebih rumit: membangun atau merenovasi? Bagi seorang arsitek, bagi seorang tukang, maupun bagi seorang owner/pemilik proyek pada umumnya merasakan bahwa merenovasi jauh lebih rumit daripada membangun sebuah bangunan dari nol JIKA renovasi merubah struktur bangunan. Mosok sih?? bukannya lebih mudah merenovasi? Kan kalau merenovasi sudah ada bangunannya, sedangkan membangun harus mulai dari nol dulu?

Bagi seorang arsitek, untuk mendesign renovasi sebuah bangunan, maka dia harus menyelaraskan antara keinginan owner, ide-ide design, dengan struktur bangunan yang ada yang biasanya didesign oleh orang yang berbeda. Dan ini jauh lebih rumit daripada mulai membangun dari nol. Seringkali struktur, dan instalasi dalam bangunan seperti electrical dan plumbing yang sudah ada tidak mendukung design renovasi yang arsitek ajukan. Pilihannya adalah merubah design atau merubah struktur/instalasi dalam bangunan. Ini memerlukan pertimbangan yang lebih jauh, baik dari efisiensi waktu dan biaya. Oleh sebab itu dari sisi waktu merenovasi sebuah bangunan juga membutuhkan waktu yang lebih lama karena ada satu proses pekerjaan yang harus dilewati dan membutuhkan waktu yang lumayan: membongkar. Baik membongkar peralatan/furniture yang ada di dalam bangunan maupun membongkar fisik bangunan.. apalagi jika harus membongkar struktur bangunan juga. Bagi seorang tukang, membongkar adalah pekerjaan yang paling berat karena membutuhkan tenaga lebih daripada membangun baru. Maka harus disediakan waktu dan biaya lebih untuk pekerjaan membongkar ini.

Bagi seorang owner sendiri, membongkar itu adalah tahapan yang melelahkan. Kondisi bangunan yang direnovasi baik di bagian dalam maupun di bagian luar akan terlihat sangat berantakan, kotor dan berdebu sekali. Bukan tidak mungkin owner terpaksa harus pindah tempat untuk  sementara waktu. Jika owner tidak berhati-hati terhadap barang/furniture yang berada di bagian tempat yang direnovasi, maka barang/furniture tersebut akan rusak. Maka selain owner yang terpaksa pindah (pada renovasi mayor), barang-barang di dalam bangunan tersebut juga harus dibereskan dan dipindahkan ke tempat yang lebih aman.

Demikianlah... maka merenovasi sebuah bangunan itu lebih rumit, lebih berat, lebih membutuhkan waktu, biaya dan tenaga daripada membangun dari nol.. apalagi jika renovasi tersebut adalah renovasi mayor/besar.

Kita juga harus bisa membedakan antara merenovasi dengan memoles bangunan. Masih ingat di sebuah stasiun TV dulu ada acara semacam 'Bedah Ru**h' bagi orang-orang tidak mampu? Selama saya menyimak episode2 acara itu, saya menyimpulkan bahwa yang dilakukan oleh crew bukanlah renovasi, tetapi hanya memoles saja. Rumah tidak dirubah secara fisik maupun strukturnya. Hanya dirapikan, diganti barang/furnitur, dinding hanya dicat, lantai dilapisi karpet plastik, dan sejenisnya. Mengapa? karena untuk merubah fisik dan struktur bangunan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh lebih banyak daripada hanya sekedar memoles bangunan.

Dari sini kita bisa memahami mengapa dalam industri fashion baik sepatu maupun pakaian kita sering mendengar istilah 'barang reject' yang dijual lebih murah. Karena baik bagi owner pabrik, maupun buruh/pekerjaan pabrik, memperbaiki barang reject berarti harus membongkar terlebih dahulu. Membongkar cacat pada produk lalu memperbaikinya lebih rumit dan membutuhkan waktu + tenaga lebih.. meskipun produk tersebut akan bisa dijual dengan harga normal, tetapi waktu dan tenaga lebih itu berarti sebuah kerugian yang besar... lebih besar daripada memasukan produk tersebut pada kategori 'barang reject' dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih murah.

Setelah kita memahami dengan jelas perbedaan antara membangun, merenovasi.... dan memoles, cobalah sekarang kita merenung dengan meletakkan ketiga hal tersebut sebagai analogi terhadap apa yang sedang bangsa kita jalani saat ini: membangun dari nol, merenovasi atau memoles? Ya... bangsa ini sekarang tengah merenovasi dirinya. Ini adalah tahap awal dari proses renovasi. Maka kondisinya terasa berat karena perombakan di berbagai bidang. Segala sesuatunya terlihat berantakan. Namun kondisi ini tidak akan berlangsung seterusnya. Nanti perlahan-lahan jika tahap perombakan/pembongkaran telah selesai dan kita masuk ke perbaikan fisik 'bangunan' maka akan mulai terlihat bentuk 'bangunan' yang baru.

Komentar

  1. Mirip juga koq dengan di dunia IT khususnya programmer, merenovasi program/aplikasi akan disambut dengan muka cemberut karena jadinya yg merenov harus bisa membaca jalan pikiran orang yg sebelumnya membangun program sebelumnya.
    Bakalan jauh lebih cepet kalo bangun lagi dari nol.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Ei... hampir di setiap bidang seperti itu... Maka seharusnya kita sudah bisa memahaminya sendiri ya apa yg tengah terjadi pada negeri ini :0

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel