Langsung ke konten utama

ZUHUD, SEBUAH KEBUTUHAN DALAM LEADERSHIP NASIONAL



Ketika dunia begitu gemerlap dan melenakan mayoritas penghuni negeri ini dari akar rumput hingga pucuk kekuasaan, maka pada akhirnya mata kepala kita pun melihat betapa yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar, kekuasaan adalah uang dan uang adalah kekuasaan. Dunia menjadi pusat, menjadi centre dalam pikiran manusia.

Yang paling berbahaya adalah ketika pucuk-pucuk pimpinan negeri juga menjadikan dunia sebagai ambisi dan tujuan. Perih hati rakyat menyaksikannya. Dan itu adalah bencana bagi seorang pemimpin. Ya.. bencana bagi seorang pemimpin bukanlah ketika ia kehilangan kekuasaannya, bukanlah ketika ia kehilangan hartanya, tapi ketika rakyat merasakan perih yang amat sangat melihat perilaku Sang Pemimpin, sehingga rakyatnya tidak lagi memberikan ridha mereka kepada Sang Pemimpin. Wah.. kalau sudah seperti itu, seharusnyalah setiap melangkah Sang Pemimpin akan merasa berjalan di atas bara api.

Begitu berbahayanya ambisi dunia bagi seorang pemimpin sehingga Ali bin Abi Thalib pernah berujar: “Wahai dunia.. perdayalah orang lain selain aku”. Jika seorang pemimpin sudah memiliki orientasi dunia, hilanglah semangat pengabdiannya, hilanglah keikhlasannya, maka rakyatnya pun akan merasakan perih. Perih karena lapar, perih karena tidak adanya hukum dan keadilan, perih karena tidak adanya rasa aman, perih karena menyaksikan perilaku para pemimipinnya. Pemimpin akan takut kehilangan jabatan dan kekuasaannya maka apapun dilakukan untuk mempertahankan jabatan: penderitaan rakyat, bahkan kalau perlu menjual harga diri bangsa demi bertahannya kekuasaanpun akan dijalani.

Seorang pemimpin harus lebih dekat pada zuhud yang secara harfiah berarti tidak berminat kepada sesuatu yang bersifat keduniawian, alias meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat material. Namun zuhud bukan berarti harus miskin. Zuhud mengibaratkan dunia bagaikan sebuah bola. Dikejar, diraih, setelah didapat serahkan kepada saudara, rekan, masyarakat yang membutuhkan untuk mendapatkan gol akhirat. Bekerja keras agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Maka pada hakekatnya zuhud adalah tidak terpedaya oleh dunia.

Benarkah zuhud adalah sesuatu yang penting bagi seorang pemimpin?

Pada saat Ali bin Abu Thalib menjabat sebagai khalifah, ada seseorang bernama 'Ala' bin Ziyad Al-Haritsi yang mendekatinya. "Amirul Mukminin, saudara saya Ashim bin Ziyad telah meninggalkan kehidupan dunia. Dia berpakaian dengan pakaian yang sangat lusuh, duduk menyendiri dan meninggalkan segala sesuatu..", ujar 'Ala'. "Pergilah panggil Ashim!", perintah Ali. Ketika Ashim datang, Ali bin Abu Thalib berkata kepadanya,

"Hai musuh dirinya sendiri! Setan telah merampas akalmu! Kenapa engkau tidak mengasihani anak istrimu? Apakah engkau pikir Allah SWT yang telah menciptakan semua nikmat yang suci dan halal ini tidak akan rela jika kau gunakan pada tempatnya? Demi Allah, engkau lebih rendah daripada apa yang kau duga!"

Jawab Ashim, "Ya Amirul Mukminin, engkau pun serupa denganku. Engkau menyengsarakan dirimu sendiri dan kehidupanmu. Engkau tidak mengenakan pakaian yang halus, tidak menyantap makanan yang lezat. Karena itulah, aku mengikutimu sebagai teladan, melangkah sebagaimana engkau melangkah!"

Lalu kata Ali, "Ashim, engkau keliru....Aku berbeda denganmu. Aku mempunyai suatu kedudukan yang tidak kau miliki. Aku adalah seorang pemimpin. Kewajiban pemimpin itu lain. Allah SWT mewajibkan kepada setiap pemimpin untuk berlaku adil. Rakyatnya yang paling rendah merupakan ukuran bagi kehidupan pribadinya. Pemimpin selayaknya hidup seperti kalangan rakyat yang paling miskin, agar kehidupan mereka tidak lebih memperparah keadaan rakyatnya. Karena itu, di pundakku ada kewajiban dan di pundakmu ada kewajiban lain."

Maka.. kita bisa melihat bagaimana Ali bin Abi Thalib mewajibkan zuhud bagi seorang pemimpin seperti dirinya.

Ada banyak teladan2 pemimpin yang menerapkan zuhud dalam kepemimipinannya. Di zaman begini ada? Pasti ada, karena zuhud bukanlah hal yang mustahil meskipun godaan dunia datang dari segala penjuru seperti saat ini.

Ahmadinejad adalah salah satunya. Lihatlah di mana Ahmadinejad tidur, bagaimana, setelah menjabat sebagai walikota Teheran mobilnya hanya sebuah Peogeot 1977, dan kesederhanaan2 lain yang rasa2nya bagi kita di sini mustahil adanya (silakan di googling sendiri dengan kata kunci: ahmadinejad+sederhana karena terlalu panjang untuk dibeberkan di tulisan ini, dan kita akan terkagum2 membacanya). Dengan kesederhanaannya ini maka menteri2 dan pejabat2 pemerintahan tidak akan berani untuk berkhianat terhadap amanah. Dan Iran, meskipun dihantam diserang secara politis dari berbagai arah, diembargo oleh berbagai negara dan badan2 internasional, Iran tetap berdiri tegak.

Sebuah cerita lain dari negeri ini sendiri mengenai pemimpin rakyat yang menerapkan zuhud dalam hidupnya adalah Pangeran Ontowiryo, atau yang kita kenal sebagai Pangeran Diponegoro. Sebagaimana kita telah ketahui bersama, Pangeran Diponegoro adalah yang paling berhak menjadi Sultan menggantikan ayahandanya Sri Sultan Hamengkubuwono III. Seharusnyalah Pangeran Diponegoro menjabat sebagai raja dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono IV. Namun pilihan hidupnya adalah untuk menjadi rakyat. Bahkan Beliau sangat ingin untuk melepaskan segala kebangsawanannya, maka jalan yang ditempuhnya adalah mengikuti Sang Nenek: Ratu Ageng menyingkir dari istana ke Tegalrejo. Pangeran Diponegoro menjadikan penderitaan rakyat sebagai penderitaannya sendiri. Dengan itulah Beliau membentuk Tentara Rakyat.

Namun satu hal yang terlintas di kepalaku: Mengapa P. Diponegoro tidak mengambil keputusan untuk menjadi raja saja? Bukankah itu adalah sebuah tindakan yang lebih taktis? Jika P. Diponegoro menjadi raja, tentunya kekuatan untuk berperang dengan Belanda bisa lebih besar lagi yaitu pasukan istana+tentara rakyat. Selain itu Istana tentu akan lebih kondusif dibandingkan jika yang menjadi Sultan adalah adik tiri P. Diponegoro yang masih kecil, karena pada akhirnya Inggris harus membentuk dewan perwalian untuk menjadikan Sultan HB IV sebagai boneka. Dan bibit2 pengkhianatan pun mendapat tempatnya di sana (Danurejo IV).

Berbeda dengan P. Diponegoro, Airlangga memilih untuk mengambil haknya sebagai raja karena melihat penderitaan rakyatnya yang dijajah oleh kerajaan Wurawari. Airlangga menjadi raja untuk mengabdi pada rakyatnya. Karena niat itulah maka tidak menjadi sesuatu yang berat ketika Airlangga memutuskan untuk menyerahkan tahtanya sebelum Beliau wafat. Sebuah terobosan yang tidak pernah terjadi sebelumnya ketika itu. Setelah memberikan takhta kerajaan kepada kedua anaknya, Beliau memilih mengundurkan diri dan memutuskan menjadi seorang pertapa. Begitulah jika orientasi tidak terfokus pada dunia, kedudukan bukan menjadi yang utama, maka meninggalkan kursi kekuasaan bukanlah sesuatu yang berat.

Ketika Airlangga memutuskan untuk meninggalkan tahta sebenarnya harapan untuk menggantikan kedudukannya ada pada Putri Mahkota: Sanggramawijaya Tunggadewi. Namun meskipun besar di Istana, Putri Mahkota sama sekali tidak tertarik pada kekuasaan dan harta. Putri Mahkota menolak mengambil alih kekuasaan dan lebih memilih sebagai pertapa dengan gelar Dewi Kili Suci. Karena kekhawatiran akan terjadi perang saudara pada akhirnya Airlangga membelah kerajaan menjadi 2: Kediri dan Jenggala yang masing2 wilayah diberikan kepada kedua anaknya dari selir. Namun pada kenyataan perang saudara tetap berlanjut hingga Airlangga dengan terpaksa memutuskan untuk kembali mengambil alih kekuasaan karena melihat rakyat sangat menderita oleh perang saudara. Sampai Airlangga wafat, perang saudara tetap berlangsung. Seandainya saja Sanggramawijaya Tunggadewi mau memimpin kerajaan mungkin pembelahan kerajaan dan perang saudara bisa dihindari.

Dari Nusantara kita menyeberang kembali ke Jazirah Arab.

Umar bin Abdul Aziz pada awalnya menolak untuk menduduki jabatan tertinggi di negaranya. Sampai pada akhirnya Beliau merasakan jabatan tersebut sebagai sebuah amanah dan kewajiban baginya. Maka hal yang pertama dilakukannya adalah mengembalikan harta2 keluarganya kepada negara, harga pejabat2 istana, menerapkan hidup sederhana dan bekerja sepenuh hati untuk rakyatnya. Maka tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya dalam waktu 3 tahun negara yang dipimpinnya bisa memperbaiki diri, meningkat kesejahteraannya dan tidak ada lagi yang menerima zakat karena semua penduduk negeri itu sanggup mengeluarkan zakat.

Demikianlah, pada dasarnya zuhud lebih kepada niat. Niat untuk tidak terpedaya oleh dunia. Sedangkan kewajiban dan tanggung jawab tetap dipenuhi seperti apa yang telah diucapkan Ali bin Abi Thalib seperti kutipan di atas. Zuhud dalam kepemimpinan menghindarkan kepemimpinan dinodai oleh korupsi, menghindarkan kerusakan negara dan memperbaiki negara yang sudah rusak. Apapun sistem sebuah negara, jika pemimpinnya mampu hidup sederhana meninggalkan orientasi dunia dan menerapkan zuhud dalam hidupnya, Insya Allah negeri tersebut akan berdiri tegak dengan kokoh. Tentu saja masih ingat dalam ingatan kita bagaimana PM Singapore Lee Hsien Loong (putra Lee Kuan Yew) lebih memilih pesawat komersial daripada pesawat Kepresidenan. Lee juga memerintahkan pejabat2 di negaranya menggunakan penerbangan komersial KELAS EKONOMI, tidak dengan kelas satu. Sebuah cermin keikhlasan dalam memimpin. Ikhlas bekerja dan menjadi contoh bagi rakyatnya.

Maka tentu saja kita sangat berharap, seandainya saja ada pemimpin negeri ini yang mau menerapkan zuhud dalam kepemimpinannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel