Langsung ke konten utama

CERMIN RETAK


Manusia... oh.. manusia.... Makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan. Dikaruniai kebebasan untuk memilih, baik ataupun buruk. Dikaruniai akal dan hati. Membangun peradaban dan membuat inovasi. Maka peradaban manusia akan selalu mengalami kemajuan dari detik ke detik, hari ke hari, tahun ke tahun, abad ke abad.

Manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Ketidaksempurnaan manusia adalah sebuah kesempurnaan. Maksudnya??

Bahwa Tuhan menganugerahkan peradaban itu kepada manusia dari sebuah ketidaksempurnaan manusia itu sendiri. Apa ketidaksempurnaan itu? Mata!! Loh kok??

Ya mata manusia. Indera yang membuat manusia mampu memandang dunia. Dari pandangannya terhadap dunia itu kemudian manusia mencerna, mengakumulasikan ke dalam otaknya, lalu mulai berkreasi, mulai mencipta.

Dengan mata, manusia melihat, memandang dan mengamati dunia dan seisinya. Namun ada satu yang tidak bisa dilakukan oleh mata. Ada satu, dan hanya satu: melihat wajah pemiliknya sendiri. Itulah keunikan ciptaan Tuhan. Bahwa mata mampu mengamati dunia yang luas, bahkan melompat melihat ke luar dan ke dalam isi bumi. Dengan mata manusia bisa melihat bintang, bulan dan matahari yang terletak nun jauh di luar jangkauan. Namun wajah pemilik mata itu sendiri, tempat di mana mata itu berada, yang tak memiliki jarak antara, tak pernah bisa sedetikpun dilihat secara langsung.

Manusia selalu butuh orang lain untuk melihat wajahnya sendiri.
Benarkah??
Tentu saja.

Manusia butuh orang yang membuatkannya sebuah cermin untuk melihat wajahnya sendiri. Manusia butuh orang yang mengambil foto wajahnya untuk kemudian bisa memandang wajahnya sendiri. Aah..... bisa kok sendiri, pakai kamera, tripod dan timer... hahahaaaa... baiklah.. kalau begitu manusia butuh orang yang membuat kamera, tripod dan timer. Oh... kalau begitu.. bisa kok membuat kamera sendiri, yang sederhana saja: kamera lubang jarum/pinhole. Halah.. ngeles. Tetap saja manusia membutuhkan orang yang membuat kertas dan kalengnya.

Ketika semua benda itu tak ada, kita membutuhkan orang lain untuk mengamati wajah kita. Maka akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini: “Eh.. mataku merah nggak?” “Bedakku luntur nggak?” “hidungku berdarah ya?” “ini di daguku jerawat atau bisul sih?” “antingnya kok berat ya? Ukurannya kebesaran banget ya dibandingkan telingaku?” “eye shadownya terlalu kuning ya warnanya?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membutuhkan jawaban dari orang lain.

Itulah kesempurnaan yang dianugerahi oleh Tuhan dibalik ketidaksempurnaan mata yang tidak dapat melihat wajahnya sendiri.. Dengan ketidaksempurnaan itu manusia didorong untuk meminta dan menerima pendapat-pendapat orang lain mengenai wajahnya sendiri. Dari situ dijalinlah sebuah komunikasi dan hubungan antara manusia dan manusia lainnya. Maka dengan kata lain, dari ketidaksempurnaan itu manusia didorong untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Kejujuran, keterbukaan dan bagaimana kita menerima pendapat orang lain adalah sebuah pesan dari penciptaan ketidaksempurnaan mata oleh Sang Maestro Maha Pencipta. Bagaimana kita bisa berkata jujur pada kawan atau saudara kita bahwa ada cabe merah tersisa di gigi depannya yang putih cemerlang berkilau bak berlian? Atau ketika di ujung matanya tersisa bekas-bekas kejayaan tanda pulas tidurnya yang belum sempat dibersihkan ketika mandi? Dan seberapa besar kelapangan kita menerima pendapat yang demikian (jika kita yang menerima pendapat seperti itu) dengan pemikiran selalu positif bahwa kawan atau saudara kita mengatakannya karena rasa sayangnya kepada kita agar kita memperbaikinya?

Namun sepertinya ada pesan-pesan lebih dalam yang disampaikan oleh Sang Maestro Maha Pencipta. Pesan bahwa ketidaksempurnaan itu adalah menuju kebutuhan sosial manusia yang tidak hanya didasari persoalan fisik semata. Namun pesan secara simbolis. Mata yang tidak dapat memandang wajahnya sendiri sehingga membutuhkan pandangan-pandangan orang lain bukan hanya pada persoalan bagaimana wajah kita sendiri, tapi lebih kepada sifat, sikap, perbuatan dan perilaku kita. Ya, manusia membutuhkan pandangan orang lain, kritikan orang lain terhadap semua sifat, sikap, perbuatan dan perilaku kita, karena sulit sekali kita menilai diri sendiri secara obyektif. Dan ternyata kritikan dan pandangan orang lain terhadap kita sebetulnya adalah sebuah kebutuhan yang mendasar. Bekal kita untuk bisa memperbaiki diri sendiri sehingga kita bisa terus melangkah maju ke depan, bukan mundur ke belakang. Dan sekali lagi, kejujuran, keterbukaan dan bagaimana kita menerima pendapat orang lain adalah pesan tersembunyi Sang Pencipta. Mungkin itulah jawabannya mengapa Tuhan tidak menciptakan mata yang bisa melihat wajah manusia itu sendiri.

Jadi kalau waktu SD dulu kita belajar pepatah “buruk muka cermin dibelah” kita bisa memaknainya secara lebih mendalam sekarang. Kalau kita bercermin kemudian ternyata wajah kita tidak seperti yang kita harapkan, kita lalu memecahkan kacanya. Kalau kita bertanya kepada orang lain tentang tanggapannya mengenai kita, dan ternyata tanggapannya tidak seperti harapan kita, kita kecewa lalu marah kepadanya. Pertanyaannya adalah: kalau begitu untuk apa kita bercermin? Kalau begitu, untuk apa kita bertanya? Sedangkan bercermin dan meminta tanggapan orang lain adalah kebutuhan dasar kita yang dipesankan oleh Sang Maha Maestro lewat diciptakanNya mata yang tidak dapat melihat diri sendiri. Kebutuhan dasar bagi yang selalu ingin menjadi lebih baik, bagi yang selalu ingin maju. Justru sebaliknya kita harus berterima kasih jika ada orang yang memberikan cermin kepada kita, memberikan kritikan kepada kita tanpa diminta. Betapa besar perhatian dan rasa sayang orang tersebut kepada kita sehingga berharap agar kita melangkah terus ke depan.

Dengan demikian, saya juga akan berterima kasih jika banyak masukan dan kritikan terhadap tulisan ini (penutup ala makalah.. hohohohohooooo... garing pisaaaaaaan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel