Langsung ke konten utama

Aku Yang Bermasalah, Laba-Laba Yang Kumatikan... Bagaimana Denganmu?



Setiap orang mungkin memiliki phobia terhadap sesuatu. Entah itu binatang, tumbuhan, ataupun sebuah benda mati. Dulu waktu kelas 5 SD, sekolah mengadakan kemping pramuka. Di hari kedua Ibuku datang membawa pisang. Tiba-tiba kawanku yang phobia terhadap pisang langsung lari begitu Ibuku memberikan pisang kepadanya. Aku waktu itu bingung dan bertanya-tanya: "Kok ada ya yang takut terhadap pisang?"

Aku sendiri punya phobia terhadap serangga seperti laba-laba dan sejenisnya. Ya yang terutama laba-laba besar. Meskipun orang-orang tua berkata bahwa kita tidak boleh membunuh laba-laba, tetapi tetap saja... ada serangga itu di dekatku membuatku merasa tidak nyaman.. kalau berada di kamar pasti aku tidak bisa tidur. Maka hal kejam selanjutnya yang kulakukan adalah mengambil obat nyamuk semprot lalu membunuh laba-laba itu. Aku tidak peduli apakah si laba-laba itu masih bayi atau sudah dewasa.... laba-laba tetap laba-laba. Kaki-kakinya yang berjumlah 8 serta berwarna hitam itu selalu membuatku bergidik. Meskipun laba-laba itu berjarak cukup jauh dariku, tapi jika ada di satu ruangan denganku, maka kukejar dan kusemprot dengan obat nyamuk. Jika tidak ada obat nyamuk, maka sapu menjadi senjataku. Kejam ya... :(

Ya.. itu alam bawah sadarku. Sementara ketika akalku berjalan maka aku memaki2 diriku sendiri. Antara aku dan laba-laba itu, akulah yang bermasalah.. akulah yang ngaco. Laba-laba itu hanya menjalani hidupnya. Mungkin dia hanya berjalan di dinding rumahku. Dan sial bagi laba-laba itu ketika aku yang membencinya melihat dia melintas di depan mataku.. itu berarti kematian baginya. Seharusnya bukan laba-laba itu yang kumatikan. Tapi aku yang mengobati dan membenahi diriku sendiri. Ya karena sekali lagi laba-laba itu hanya menjalani hidupnya. Entah mungkin si laba-laba itu ada keperluan berkunjung ke kawannya atau rapat RW dengan tetangganya sehingga ia harus melintas di depanku. Sama sekali tidak ada maksud atau niatan baginya untuk menyerangku. Kenalpun tidak denganku.... tidak punya masalah apa2 denganku... kenapa pula dia harus menyerangku?? :P

Aku yang menyerang si laba-laba itu. Ujug-ujug kalau istilah orang sunda mah... teu pugah puguh main semprot saja, mematikan si laba2. Menggunakan berbagai pembenaran: "laba-laba itu kan ada yang beracun... laba-laba itu kan mengerikan... laba-laba itu... blablabla..." Heyyyy.... Nopeeee... elu mencari2 pembenaran untuk menutupi masalah elo sendiri.. untuk menutupi kebencianmu pada si Laba2! (talk to my self). Membunuh tanpa alasan yang jelas itu berdosa loh... meskipun itu hanya seekor laba2. Coba ingat2 apa kata malaikat saat berdialog ketika Allah SWT akan menciptakan manusia: "...Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah.." Nah... kan... bener kan.. teu pugah puguh menumpahkan darah seekor laba2?

Maka yang seharusnya aku lakukan untuk menghindari dosa itu adalah membenahi persepsiku sendiri.. seekor laba2 tidak akan menyerang kalau tidak merasa terganggu. Dan try to standing on the spider shoes.... meureun kata si laba2; "Lha.. guweh mau bezoek Emak guweh di sinih kok malah dipateni?? trus... salah guweh kalau lewat rumahnya gitu?" Ayolah... laba-laba hanya seekor binatang kecil.. Dibandingkan aku yang raksasa baginya ini.. kata si laba2: "da saya mah apah atuh". Kubalang bakiak juga si laba2 langsung penyet. Trus kenapa juga harus aku lakukan itu? Dua kata yang ini mungkin bisa menjawab: "merasa puasssssssss"..

Yah.. jadi begitulah.. manusia membunuh dan menyerang makhluk2 yang tidak berdaya itu sebenarnya hanya untuk memuaskan diri sendiri saja. Benar apa kata Malaikat... bahwa manusia itu hanya merusak dan menumpahkan darah. Jangan sampailah pendapat Mas Keanu Reeves di film "The Day The Earth Stood Still" menjadi benar: bahwa untuk menyelamatkan bumi, spesies manusia ini harus dipunahkan... oh tidaaaak...

Lalu bagaimana dengan Anda... apakah Anda juga memiliki phobia atau kebencian terhadap hewan tertentu? atau terhadap seseorang? atau terhadap sebuah komunitas? atau terhadap golongan tertentu yang berbeda? Kalau iya... mari perbaiki persepsi dan otak kita. Jangan membunuh atau menyerang karena phobia atau kebencian kita terhadap sesuatu, seseorang, ataupun satu golongan/kaum. Percayalah... diri kita yang harus dibenahi... bukan sesuatu/orang/kaum atau golongan yang kita benci itu. Berbuatlah adil kalau memang kamu bertaqwa:

"..Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan.." QS Al Maidah: 8


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad