Langsung ke konten utama

Agama Dan Politik, Bukan Es Campur Duniawi

Sungguh selama ini ada sebuah pertanyaan di kepala saya: apakah dibenarkan jika agama masuk ke dalam dunia politik? Dan terus terang saya belum bisa menemukan jawabannya. Kemudian saya coba untuk menggali lagi, membaca lagi, hingga merenungkan berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Sampai akhirnya mungkin saya temukan beberapa hikmah dibalik semua peristiwa itu yang bisa sedikit menjawab pertanyaan saya.


Politik sesungguhnya bukan dunia seperti yg orang2 persepsikan selama ini: kotor, kejam, hanya berkutat pada kekuasaan. Politik sesungguhnya adalah ilmu tentang bagaimana mengambil sebuah kebijakan. Memang ada hubungan antara politik dan kekuasaan karena para pengambil kebijakan harus memiliki kekuasaan untuk bisa memutuskan sebuah kebijakan. Maka jika dilihat dari definisinya politik saat ini sudah bergeser dari 'bagaimana cara mengambil kebijakan' menjadi 'bagaimana mendapatkan kekuasaan'


Kemudian dari sejarah saya mencoba mencari jawaban bagaimana politik dalam Islam? Bagaimana Rasulullah berpolitik dalam Islam? Adakah?

Tentunya ada JIKA kita mendefinisikan politik seperti definisi awalnya: bagaimana cara untuk mengambil kebijakan. Karena apa yang menjadi misi Rasulullah adalah memperbaiki tatanan masyarakat. Dan Rasulullah harus mengambil kebijakan-kebijakan untuk dapat menyelesaikan misi tersebut.

Harus kita sadari di sini bahwa Rasulullah TIDAK PERNAH MENJALANKAN MISI UNTUK MENDAPATKAN KEKUASAAN. Jadi politik pada masa Rasulullah masih murni untuk mengambil kebijakan, belum bergeser seperti saat ini: kekuasaan. Bukan menjadi tugas Rasulullah untuk berkuasa. Allah tidak menjadikan Muhammad sebagai Nabi untuk berkuasa. Allah menjadikan Muhammad sebagai Nabi untuk menyampaikan wahyu. Allah menjadikan Muhammad sebagai Rasulullah untuk memperbaiki tatanan masyarakat yang sudah rusak. Maka Rasulullah menjalankan politik dalam rangka mengambil berbagai kebijakan agar umatnya dapat hidup dengan lebih baik, agar tatanan masyarakat dapat tertata lebih baik. Dan sekali lagi bukan untuk berkuasa.


Bagaimana dengan agama (Islam) dan politik saat ini? Terutama di negeri ini? Bergeser! Islam masuk ke dalam politik bukan lagi sebagai sebuah cara bagaimana mengambil kebijakan yang baik demi memperbaiki tatanan masyarakat, tetapi cara bagaimana untuk mendapatkan kekuasaan. Islam sering digunakan untuk mendapatkan kekuasaan. Bahkan ada yang berpandangan bahwa Islam harus berkuasa terlebih dahulu agar Islam dapat tegak berdiri. Tidak! Islam ada bukan untuk kekuasaan. Islam ada sebagai rahmatan lil alamin bagaimanapun kondisinya. Baik ketika ada di puncak kekuasaan ataupun di saat kehilangan kekuasaan, Islam tetap harus menjadi rahmatan lil alamin.. rahmat bagi seluruh alam.


Dua kejadian dalam dunia politik Indonesia menjadi sebuah cermin bagi kita untuk memahami bagaimana posisi Islam dan Politik itu seharusnya. Dua kejadian tersebut adalah Kasus Suap Daging Sapi dan Kasus Aceng Fikri. Dua kasus ini bagi saya adalah pesan Allah, teguran Allah bahwa selama ini kita telah salah menempatkan Islam di dalam dunia politik.


Mengenai kasus Suap Daging Sapi mungkin semua orang sudah tau bagaimana orang menghubungkannya dengan Islam. Namun untuk kasus Aceng Fikri, tidak banyak orang yang mengetahui bahwa Ia membawa Islam untuk memuluskan jalannya sebagai Bupati Garut. Aceng Fikri menjadi bupati dari jalur independen, bukan partai. Namun Aceng berhasil menjadi bupati selain karena terbantu dengan kepopuleran wakilnya ketika itu yg seorang artis (Dicky Chandra), juga terbantu dengan profesinya sebagai seorang ustadz.


Seorang sahabat pernah bercerita, dulu ia memilih Aceng Fikri sebagai bupati karena melihat latar belakangnya sebagai ustadz dan hafidz (hapal Al Quran). Saya terkejut. Sempat bertanya2 apakah mungkin seorang hafidz bisa bertindak seperti Beliau? Pada akhirnya saya menyadari bahwa Aceng hanyalah seorang Aceng. Seorang manusia yang sangat mungkin berbuat salah meskipun pengetahuan agamanya sangat tinggi. Bukan agamanya yang salah, bukan juga hapalan Al Qurannya yang salah. Semua ini murni karena Aceng hanyalah seorang manusia yang tenggelam dalam perkara duniawi.


Maka demikianlah.. dari kedua kasus tersebut Allah memperlihatkan kepada kita semua bagaimana jika Agama digunakan sebagai politik untuk mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan adalah perkara duniawi. Dan manusia seringkali menjadi lemah jika berhadapan dengan godaan-godaan duniawi. Yang terjadi jika manusia terpeleset seperti dua kasus di atas, agamalah yang dipersalahkan. Agamalah yang dicaci maki. Padahal Islam tidak pernah mengajarkan manusia untuk mendapatkan dan memperjuangkan kekuasaan.

Lihatlah bagaimana agama diperjualbelikan dalam setiap pemilu... Pemilu untuk mendapatkan kekuasaan... kekuasaan duniawi.


Masihkah kita tidak mau merenungkan pesan apa yang Allah sampaikan dari dua kasus yang terjadi secara berdekatan di atas? Masihkah kita secara naif menggunakan agama untuk mendapatkan dunia? Agama dan Politik untuk mendapatkan kekuasaan, adalah dua hal yang tidak dapat dicampuradukkan. Bila dipaksakan, dua hal yang berbeda ini tidak akan menghasilkan rasa manis seperti es campur. Sebaliknya.. pahit! teramat sangat pahit bagi muslim lain yang agamanya diinjak-injak dan diperjualbelikan. Naudzubillahi mindzalik :(


Published with Blogger-droid v2.0.4

Komentar

  1. Mungkin masih ada yg merasa bingung apa perbedaan antara politik dlm mengambil kebijakan dan politik dlm mengambil kekuasaan serta posisi agama di dalamnya.

    Jika politik dengan bagaimana mengambil kebijakan u mewujudkan masyarakat yg baik sebagai goalnya, ada ketentuan2nya dalam agama untuk itu. Agama bisa dijadikan base. Dan di sini Kekuasaan hanya sebagai alat. Artinya tanpa kekuasaan pun tidak dijadikan sebagai halangan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik. Sekali lagi.. Agama dalam hal ini Islam, harus menjadi rahmatan lil alamin bagaimanapun keadaannya dlm kekuasaan.

    Sebaliknya.. Akan berbeda jika kekuasaan di sini bukan dijadikan alat, tapi goal. Agama tidak mengajarkan ini. Lihatlah Rasulullah. Apakah Beliau berjuang untuk kekuasaan? Apakah beliau menjadi Nabi untuk kekuasaan? Lihatlah Abu Bakar ra, apakah Beliau mengejar kekuasaan?
    Apakah Islam diperluas sampai ke negara2 tetangga untuk mengambil kekuasaan?
    Agama tidak pernah mengajarkan bahwa kekuasaan adalah goal. Jika kekuasaan adalah goal dengan berbagai alasan... maka bisa dipastikan AGAMALAH YANG DIJADIKAN ALAT.
    Dan ketika itulah berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan goal tsb: kekuasaan. Ini yang kita lihat dalam politik di Indonesia. Agama dijadikan alat dalam mendapatkan kekuasaan. Karena itulah goalnya. Yang katanya korup malah didukung untuk menang. Untuk mendapatkan kekuasaan dana besar pun digelontorkan. Jika spanduk, baligo, iklan dibuat sebanyak2nya, ini secara logika goalnya kekuasaan atau kehidupan masyarakat yg lebih baik? Jika mau jujur pasti goalnya kekuasaan, bukan?
    Ini yang bahaya. Kekuasaan sekali lagi adalah perkara duniawi. Tidak perlu diulang di sini bagaimana Islam membahas mengenai perkara2 duniawi. Dan perhatikan, amati jika itu dijadikan goal bukannya tatanan dan kehidupan masyarakat lebih baik yg diperoleh, tetapi sebaliknya kebijakan2 yg melenceng dari agama, bahkan melenceng dari hukum negara.

    BalasHapus
  2. Logika perfikir kita yang menyatakan bahwa agama tidak bisa bercampur dengan politik karena motif utamanya adalah kekuasaan bisa dibenarkan. Namun yang paling penting adalah bagaimana politik itu mampu mengejawantahkan konsep moralitas universal yang berlaku yang memiliki sifat pembawa rahmat bagi seluruh makhluk. Bukan membawa sifat nafsu serakah akan materi dan kekuasaan semata. Kalau ini berjalan berarti secara tidak langsung agama sudah teraplikasi disanA. TAPI BISAKAH KITA MEMBERI PROSENTASE MANUSIA DI NEGARA MANAPUN YANG SUDAH MENERAPKAN POLITIK SEPERTI INI?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sayangnya . setelah semua di bawah berusaha menyuarakan yang di atas dengan konsep agama dan konsep dakwah yang awalnya di serukan , mereka yang duduk tak pernah berfikir tentang kesejahteraan rakyat, mereka sibuk akan tugas2 negara dan sibuk dengan kesibukn jabatan itu goal yang mereka mau, kalaupun mereka tak kuat iman , merek bisa menerima suap, nah dari konteks di atas ini sulit di jabarkan, membentengi iman dari godaan aja sulit bagaimana mau memikirkan kesejahteraan rakyat, jikalau terlalu sibuk dengan jabatan dan rakyat, bagaimana pemimpin itu beribadah ? sungguh aktifis dakwah belum tentu beribadah dengan baik. afwan .. wallahualambissowab ...

      Hapus
  3. Mas @ahmad syafiq, mungkin pertanyaannya bisa dijawab dengan link berikut ini:
    1. Jose Mujica, Presiden termiskin di dunia. http://internasional.kompas.com/read/2012/11/16/06010663/Jose.Mujica..Presiden.Termiskin.di.Dunia
    2. Budaya antikorupsi dari Finlandia. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/08/budaya-antikorupsi-dari-finlandia/
    3. Gaya hidup seorang presiden Mahmoud Ahmadinejad http://unikboss.blogspot.com/2010/09/gaya-hidup-seorang-presiden-mahmoud.html
    4. Bung Hatta dan Sepatu Bally yang tidak pernah terbeli. http://news.detik.com/read/2011/11/15/170957/1767957/10/bung-hatta-sepatu-bally-yang-tak-pernah-terbeli
    5. dan masih banyak cerita-cerita lainnya.
    Terima kasih sudah mampir :)

    BalasHapus
  4. Agama tidak bisa di gabung dengan politik memang benar, yang suci tidak akan mau terkena kotor

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad