Langsung ke konten utama

Tanggapan untuk Notes Gus Hafidh "'Nabi dan Wahyu' Pancasila"



Terima kasih Gus karena saya sudah ditag dalam tulisan Gus Hafidh. Mohon maaf karena baru sekarang saya bisa menanggapi, karena tanggapannya agak panjang jadi saya berpikir untuk menanggapi lewat notes. Sedangkan beberapa hari ini agak sulit bagi saya terbangun di ujung malam, waktu dimana saya biasa menulis.


Menanggapi tulisan Gus Hafidh, saya melihat aura optimisme, aura semangat. Dan saya juga meyakini bahwa GH selalu berpegangan pada usaha dan kerja keras manusia di balik penyerahan diri kepada Allah.

Ada 3 pandangan dalam masyarakat yang selama ini saya lihat mengenai hakekat kehidupan manusia di dunia ini dan hubungannya dengan Tuhan YME. Yang pertama pandangan bahwa manusia itu murni ada dan berkegiatan atas usaha manusia itu sendiri tanpa campur tangan Tuhan YME. Pandangan ini tentunya berdekatan dan banyak dipengaruhi dengan paham materialisme. Yang kedua manusia berkegiatan, berbuat, berusaha itu semua digerakkan oleh Tuhan YME. Yang ketiga pandangan bahwa Tuhan mencampuri usaha2 manusia dalam batasan2 tertentu, selebihnya manusia itu sendiri yang menentukan.

Saya sendiri masih terus belajar dan mencari mengenai qadha dan qadar. Mungkin ini sekedar keyakinan dan pandangan saya, silakan Gus koreksi jika ternyata saya salah.

"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semua enggan memikulnya dan merasa berat daripadanya dan manusia memikulnya. Sesungguhnya adalah dia zalim lagi bodoh.” (QS.33: 72)

Allah SWT menawarkan sebuah amanat yang sangat besar kepada Gunung2 dan Bumi, namun tidak ada yang menyanggupinya. Manusia menerima amanat tersebut. Kira2 apakah yang dimaksud amanat tersebut? Saya sendiri berpendapat bahwa amanat tersebut adalah kebebasan atau freewill. Manusia yang tercipta dari ‘air yang hina’ namun ditiupkan roh oleh Allah SWT yang Maha Tinggi. Maka kemanakah manusia mengikuti kecenderungannya, apakah cenderung ke arah kebaikan ataukah kehinaan, Allah membebaskannya. Namun Allah tetap memberikan bekal, pedoman, dan mengutus Nabi dan Rasulnya dalam perjalanan hidup manusia. Kebebasan inilah yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Inilah nilai lebih yang dimiliki oleh manusia. Kebebasan ini, dengan segala bekal, pedoman dan bimbingan Nabi serta Rasul Allah SWT memberikan konsekuensi atas segala tindak tanduk manusia.

Pandangan saya ini lebih dekat pada pandangan ketiga di atas. Usaha manusia memiliki peran yang sangat besar dan Allah mencampuri usaha2 manusia dalam batasan2 tertentu. Pernikahan dan perceraian pun saya secara pribadi berpendapat banyak ditentukan oleh usaha manusia itu sendiri. Bagaimana manusia itu mencari, ke arah mana manusia itu bergaul dan kemudian bagaimana manusia itu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pasangannya. Maka saya sendiri memiliki pandangan bahwa tidak pantas jika seseorang bercerai kemudian berkata “ini adalah kehendak Allah”.

Begitu juga dengan kematian. Adalah hak Allah untuk menentukan umur seseorang. Namun usaha manusia itu sendiri juga memiliki peran yang besar. Jika seseorang tidak menjaga tubuhnya, banyak mengkonsumsi narkoba, mabuk2an tentunya itu membawa konsekuensi tersendiri bagi orang tersebut. Jika seseorang rajin menjaga kesehatan, selalu berhati2, tentu akan memberikan dampak yang berbeda. Namun lagi2 hak Allah untuk menentukan umur ciptaannya.

Uraian saya yang melantur ini memberikan gambaran kepada Gus Hafidh bahwa saya berpandangan Allah SWT mencampuri usaha manusia hanya dalam batasan2 tertentu saja. Usaha manusia lebih berperan besar dalam menentukan hidupnya, pola pikirnya, sikap dan perbuatannya. Maka saya sendiri berpendapat bahwa Pancasila, UUD dan semua yang dibuat oleh para founding father kita adalah murni buah pikiran mereka. Bagaimana bisa terlontar dalam pemikiran mereka semua tentu saja tidak seketika begitu saja. Founding father kita memiliki sejarah panjang perjalan hidupnya yang membentuk pola pikir masing2. Sehingga kemudian bisa tercetus ide2 tersebut.

Banyak dari tulisan GH yang saya sepakati, seperti makhluk2 lain yang menjadi ‘utusan’ Allah SWT. Namun buah pemikiran manusia adalah murni hasil dari pemikirannya sendiri lewat proses yang sangat panjang, termasuk Pancasila dan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dan itu semua adalah hasil dari kebebasan atau freewill yang Allah amanatkan kepada manusia. Bagaimana Bung Karno merumuskan pidatonya, lewat sebuah proses pemikiran yang panjang. Bagaimana Bung Karno lebih memilih untuk melawan Belanda daripada berpihak pada Belanda meskipun konsekuensi yang ia tanggung tidaklah ringan.

Adalah sebuah pilihan bagi rakyat Indonesia sebelum kemerdekaan: akan pasrah dijajah ataukah berjuang untuk merebut kemerdekaan. Dan semua itu pun melalui sebuah proses yang sangat panjang. Keputusan untuk meninggalkan kesukuan dan kedaerah dan mencetuskan Kebangkitan Nasional juga melalui proses yang sangat panjang setelah trial & error perjuangan daerah yang mengalami jalan buntu.

Semua itu adalah merupakan perwujudan dari amanat Allah yaitu kebebasan. Yang diamanatkan oleh Allah kepada manusia. Dan diserahkankepada pilihan: merdeka atau terjajah. Ketika kemudian para founding father dengan proses kesadarannya memilih merdeka, pilihan itu pun berlanjut pada konsekuensi berikutnya: perjuangan untuk merebut kemerdekaan tersebut yang memiliki konsekuensi berikutnya lagi, demikian seterusnya.

Saya melihat tulisan Gus Hafidh dalam beberapa sisi (meskipun mungkin Gus tidak bermaksud seperti itu, dan saya yakin Gus Hafidh tidak seperti itu) bisa mengarahkan pemikiran pembaca ke arah pasrah mutlak kepada Allah SWT tanpa berusaha. Karena paragraf:

“Besarnya kemampuan mempersatukan ribuan kepulauan, ratusan ribu bahasa, ratusan suku, sulitnya medan untuk interaksi, dan tidak adanya alat komunikasi pada saat itu, tidak mungkin hanya atas seorang Moh.Yamin, seorang Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker, seorang I Gusti Ngurah Rai, seorang Robert Wolter Monginsidi, Pangeran Diponegoro, atau hanya seorang Ir.Soekarno dan lain-lainnya. Tidak mungkin dialah seorang yang mempersatukannya itu. Pastilah ada kekuatan besar yang mempersatukannya. Menjadilah Nusantara. Menjadilah Indonesia yang sebelumnya tidak ada. Dialah Allah yang termaktub didalam pembukaan UUD 1945. Dialah Allah Yang “mewahyukan” kepada tangan-tangan dan bahasa bangsa Indonesia. Dialah Allah yang menjadikan Indonesia Raya. Dialah Allah yang mematenkan Pancasila menjadi dasar negara.”

Memang tidak mungkin Soekarno sendiri, tidak mungkin M. Yamin sendiri, tidak mungkin Hatta sendiri, tidak mungkin Sjahrir sendiri. Tapi ketika mereka bersama2, ternyata mungkin dilakukan. Sama halnya satu virus yang menyerang manusia tidak mungkin dilakukan, namun ketika virus2 bekerja sama ternyata mampu meluluhlantakkan manusia yang jauh lebih besar.

Saya mengkhawatirkan kalimat terakhir pada paragraf di atas akan membuat orang salah mengerti. Bahwa murni Allah yang menjadikan Indonesia Raya. Bahwa murni Allah yang merumuskan Pancasila lewat tangan2 para founding father.

Saya berpendapat bahwa campur tangan Allah pada usaha manusia ibarat seorang guru dan murid yang akan mengambil penjurusan. Jika si murid berusaha dengan keras dan memiliki kemampuan untuk mengambil jurusan IPA, guru mengabulkan. Namun ada kalanya sang guru memiliki pertimbangan2 tertentu untuk mengabulkan ataupun tidak mengabulkan pilihan murid tersebut.

Demikian Gus pendapat dan pandangan saya. Mohon dikoreksi jika ada yang keliru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel