Teringat satu waktu, ketika mengikuti Training for Trainer (TFT) dulu. Topik materinya adalah tentang ‘Kemerdekaan’. Seorang dosen mantan aktivis dari jurusan seberang dipanggil untuk memberikan materi. Sesi tersebut dibuka dengan pertanyaan dari pembicara: “Ada yang tahu Merdeka itu artinya apa?” Peserta TFT ramai berbicara. Dan aku pun ikut mengangkat tangan. Sang pembicara menunjukku. “Merdeka adalah bebas dari rasa takut” jawabku. “Takut terhadap apa? Kalau saya takut terjepit meja, apakah berarti saya tidak merdeka?” selidik Sang Pembicara. “Takut terhadap segala sesuatunya, kecuali takut terhadap Tuhan” kataku lagi. Tiba-tiba Sang Pembicara berujar sesuatu yang jauh dari materi pembicaraan: “Ah...” katanya “Kita di sini jangan berbicara tentang Tuhan deh, tidak semua orang percaya tentang Tuhan. Dosen2 ada juga yang tidak percaya terhadap Tuhan.” Mendengar jawaban Sang Pembicara yang juga dosen itu, aku diam tidak berkata apapun.
Sang Pembicara pun berlanjut dengan materi dan diskusinya. Dan aku tidak mengikuti topik tersebut. Badanku tetap duduk di tempat semula. Namun tidak sedikitpun aku menyimak apa yang dibicarakannya. Aku tertunduk dengan mata membaca sebuah buku. Jika Sang Pembicara melontarkan pertanyaan, aku ogah mengangkat tangan dan ikut menjawab. Sampai ketika Sang Pembicara akan menutup sesi materi tersebut, dia berkata: “Ada pertanyaan?” matanya menyapu semua peserta, sampai kemudian matanya tertuju padaku dan berkata: “Mbak yang itu.. kok diam saja? Atau marah karena saya tidak membolehkan bicara tentang Tuhan?” Hahaaa... mungkin karena dia melihat aku berkerudung sehingga dia pikir aku marah. Lalu aku berkata: “Tidak, hanya saya mau berkata apa? Kita di sini membahas tentang merdeka, tapi dari awal pembahasan saya sudah tidak merdeka di sini, saya tidak boleh berbicara tentang...” Belum selesai saya bicara dia sudah memotong (mungkin karena takut apa yang dibicarakannya jadi mentah semua karena dia sudah memembatasi kemerdekaan orang lain untuk berbicara) “Aaah... ya sudah.. sekarang kita di sini bebas deh.. bebas bicara apa saja, membahas apa saja, mau bicara tentang Tuhan, apapun. Mbak mau bicara apa?”..Hah.. terlambat ! Aku pun menggelengkan tangan tak mau bicara. Malas! Bicara tentang merdeka kok dengan membatasi kemerdekaan orang lain berbicara.
Terawangan masa lalu itu muncul setiap aku mendengar atau menyebut kata ‘merdeka’. Sama ketika kemudian aku dan suami membahas tentang manusia. Bahwa satu hal yang membedakan manusia dari makhluk yang lain adalah kemerdekaannya. Ketika Allah menawarkan sebuah amanat kepada ciptaanNya, dia menawarkan kepada langit, gunung dan bumi, tak ada satupun makhluk yang mau menerima amanat tersebut, kecuali manusia. Amanat itu, menurutku adalah kemerdekaan, freewill. Manusia adalah makhluk yang sangat merdeka. Manusia tercipta dengan kebebasan untuk bergerak. Ke arah kehinaan atau ke arah kemuliaan. Tidak seperti makhluk lain ciptaanNya yang selalu bersujud kepadaNya, bertasbih memuji namaNya, patuh dan tunduk padaNya, manusia adalah makhluk satu2nya yang bisa memilih, baik atau buruk, benar atau salah, menjaga atau merusak, patuh atau membangkang. Kesemua pilihan manusia tersebut akan bermuara pada sebuah arah konsekuensi.
Terkadang, ketika menjalani sebuah pilihan, manusia tidak menyadari kemana arah yang dipilihnya. Maka kemudian Tuhan memberikan berbagai bekal dan pedoman kepada manusia agar manusia tidak tersesat. Apa tersesat itu? Setiap kita akan melakukan perjalanan, pasti kita sudah memiliki tempat tujuan. Namun di tengah perjalanan, ternyata kita salah mengambil jalan. Itulah tersesat. Tersesat bukan berarti kita tidak tahu tempat tujuan. Kita sudah tahu tujuannya, hanya jalannya yang salah diambil, sehingga kita tidak bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Tidak cukup hanya bekal dan pedoman, Tuhan juga mengirimkan utusan2Nya untuk membimbing manusia menggunakan bekal dan pedoman yang telah diberikanNya.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah kemana tujuan manusia yang sebenarnya? Karena diciptakan oleh Tuhan, maka secara naluriah tempat tujuan manusia adalah TuhanNya.
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar