Langsung ke konten utama

Jadi Urang Indonesia Kudu Kreatip!




Apa bedanya manusia dengan jangkrik? Manusia bisa menjadi jangkrik, tetapi jangkrik tidak bisa menjadi manusia. Garing?? Tidak.. saya sedang serius. Sangat serius (kalau Anda melihat saya saat ini, Anda akan melihat alis saya berkerut pertanda serius meskipun mulut saya tetap mengunyah cireng). Saya serius mengatakan bahwa manusia bisa menjadi jangkrik, tetapi jangkrik tidak bisa menjadi manusia. Ya... kalau mau, manusia bisa menjadi jangkrik. Jangkrik adalah makhluk tanpa kreatifitas. Dari sejuta tahun yang lalu (kalau seandainya jangkrik waktu itu sudah ada) sampai saat ini rumah jangkrik tidak berubah. Hanya sebuah lubang atau celah di dalam tanah, di antara semak-semak. Karena kreatifitasnya tidak ada, maka jangkrik tidak bisa mengakali seandainya rumahnya kebanjiran, tidak bisa membuat rumah yang indah dengan interior yang nyaman.


Bagaimana dengan manusia? Tentu saja manusia dengan kreatifitas memiliki jalan kemajuannya dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, bahkan dari abad ke abad. Kreatifitasnya berjalan untuk memecahkan sebuah masalah, untuk membuatnya merasa nyaman, untuk menimbulkan rasa kagum dan keindahan. Bahkan seorang maling saja mampu menggunakan kreatifitasnya untuk melakukan kejahatan. Tapi apakah manusia mampu menjadi jangkrik? Menjadi manusia yang tanpa kreatifitas? Tentu saja bisa. Dia hanya perlu pergi ke hutan, tinggal di sana, berteduh di bawah pohon jika hujan, memetik buah2an ketika lapar, lari ketika nyawanya terancam. Selesai... jadilah ia seperti jangkrik yang tanpa kreatifitas.

Tapi sebagai seorang manusia, selain memiliki kreatifitas ia juga memiliki kesadaran diri, dan kemauan bebas. Sebagai manusia yang memiliki kesadaran diri bahwa ia adalah bagian dari alam, bagian dari masyarakat, manusia bebas untuk memilih kemana kemauannya diarahkan. Ia bebas untuk menentukan apakah ia akan mengikuti kesadaran bahwa dirinya merupakan bagian dari alam dengan mengolah alam sebaik mungkin atau menentang kesadaran tersebut sehingga ia dengan tanpa beban merusak alam semesta. Seorang manusia bebas apakah akan mengikuti kesadaran bahwa dia bagian dari masyarakat dengan membangun masyarakatnya atau mengingkari kesadaran tersebut dengan mengambil keuntungan sebesar2nya dari masyarakatnya. Dengan apa ia melakukan semua hal itu? Tentu saja dengan kreatifitasnya, dengan daya ciptanya.

Jadi urang Indonesia kudu kreatip!! Ya... dengan segala kompleksitas permasalahan yang terjadi di Indonesia, dengan berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, dengan berbagai krisis yang melanda Indonesia, seluruh lapisan masyarakat di Indonesia harus lebih kreatif agar bisa bertahan dari berbagai situasi yang melanda Indonesia. Kreatifitas yang dihasilkan harus bisa memberikan berbagai alternatif solusi. Sehingga kita tidak hanya terpaku pada 2 pilihan saja.

Mungkin orang asing akan terkejut ketika mengetahui bahwa sebuah keluarga dengan 3 anak di Indonesia masih sanggup bertahan hidup dengan hanya Rp 300.000,- per bulan. Bahwa sudah sejak sebelum Indonesia merdeka, masyarakat kita terbiasa hidup menderita, setelah merdeka pun rakyat tetap terbiasa hidup menderita. Berbagai krisis yang mendera, berbagai kekisruhan dalam dunia politik, berbagai bencana alam yang melanda, semua itu bersahabat dengan masyarakat Indonesia.

Ketika krisis ekonomi melanda, pengangguran melonjak karena banyaknya perusahaan yang bangkrut melakukan PHK. Tetapi justru dari PHK tersebutlah banyak bermunculan wiraswastawan2 sukses di kemudian hari. Justru dari tempaan2 beban hidup tersebut muncul berbagai kreatifitas yang membawa kesuksesan bagi orang2 yang memiliki kesadaran diri, mempergunakan kebebasan dan kreatifitasnya.
Jika rakyatnya mampu menggunakan kreatifitasnya, begitu pula dengan pemerintahnya. Pemerintah harus memiliki daya kreatifitas yang tinggi untuk membawa Indonesia keluar dari kubangan permasalahan yang melanda bangsanya. Pemerintah harus memiliki kreatifitas untuk menghasilkan solusi alternatif yang tidak terpaku hanya pada 2 solusi.

Sebagai contoh ketika pada masa pemerintahan Gus Dur, BII mengalami kalah kliring. IMF menyarankan 2 pilihan yang harus dilakukan Menkeu (ketika itu Rizal Ramli): pilihan pertama menutup BII dengan berbagai perhitungan kerugian yang ada, dan pilihan kedua adalah menyelamatkan BII dengan perhitungan dana talangan yang harus dikeluarkan. Tapi Menkeu pada saat itu lebih memilih untuk menggunakan daya kreatifitas. Dari kreatifitas tersebut didapatlah solusi lain yang tidak terpaku pada 2 pilihan yang diajukan oleh IMF. Menkeu memerintahkan kepada Bank Mandiri untuk mengambil alih BII dengan syarat tidak boleh ada transaksi sepeserpun antara Bank Mandiri dan BII. Hal tersebut dilakukan hanyalah agar masyarakat kembali mempercayai BII dan mengembalikan dana simpanannya ke bank tersebut. Cara itu ternyata berhasil dengan sukses lebih cepat dari yang ditargetkan dengan biaya yang minim. Maka dalam permasalahan tersebut menkeu telah berhasil dalam mempergunakan daya kreatifitasnya, berhasil dengan kesadaran dirinya sebagai pemerintahan dengan tugas2nya, dan berhasil dengan pilihannya untuk lebih menyelamatkan rakyatnya.

Dalam kasus Century yang terjadi di ujung tahun 2008, pemerintah juga dapat menggunakan pilihan bebasnya, daya kreatifitasnya, dan kesadaran dirinya sebagai pemegang amanat rakyat. Ketika dalam rapat KKSK Dirut Bank Mandiri mengajukan usulan seperti yang diusulkan oleh Rizal Ramli dahulu, dan telah bersedia mengambil alih Century pilihan tersebut tidak diambil. Selanjutnya pemerintah menggiring opini masyarakat bahwa saat itu hanya ada 2 pilihan: pilihan pertama penyelamatan Bank Century, dan pilihan kedua adalah penutupan Bank Century dengan potensial kerugian 4,7 T. Pada akhirnya pemerintah lebih memilih pilihan pertama. Maka di titik inilah kreatifitas itu menjadi mandeg. Dan masyarakat pada akhirnya bisa melihat kemandegan kreatifitas tersebut ketika mengetahui bahwa ternyata masih ada cara2 lain selain HANYA 2 cara yang dilukiskan bak buah simalakama tersebut.

Namun, apapun yang terjadi dalam pemerintahan, apakah itu kreatifitas yang mandeg, ataukah itu pilihan untuk lebih memihak kalangan tertentu dibandingkan rakyat (wallahualam) seharusnya pemerintah jangan sampai menggiring opini masyarakat bahwa hanya ada 2 pilihan yang tersedia: bail out atau ditutup dengan kerugian 4,7 T. Karena selain penggiringan opini tersebut hanya akan memperlihatkan kemandegan kreatifitas, hal tersebut juga hanya akan menggiring masyarakat berevolusi menjadi jangkrik! Masyarakat tidak boleh dibuat menjadi bodoh, masyarakat justru harus diperlihatkan kreatifitas2 yang dilakukan oleh pemerintah, terobosan2 baru, inovasi baru yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat akan mendapatkan teladan.

Sudah waktunya pemerintah negara ini melihat ke bawah, ke sebuah kabupaten di Bali yang bernama Jembrana. Di sana dapat dilihat betapa pemerintahan kabupaten yang kreatif telah menjadi contoh bagi masyarakatnya. Dan pada akhirnya mampu mengeluarkan masyarakatnya dari lingkaran kemiskinan. Mampu memanusiakan rakyatnya dan melepaskannya dari mata rantai evolusi menjadi jangkrik. Namun terlepas dari kreatif atau tidak,.. semua itu adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk kreatif atau tidak, pilihan untuk memihak rakyat atau tidak, pilihan untuk menjalankan amanat atau tidak, dan pilihan untuk menjadi manusia atau jangkrik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

JIKA AKU SHOLAT, SEHARUSNYA AKU JADI SEORANG MUSLIM YANG SEPERTI APA? (II)

Pada tulisan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa 3 ritual awal sholat: wudhu, takbiratul ihram dan iftitah jika dilakukan dengan menyelami maknanya maka akan mengantarkan kita ke dalam 2 kondisi:  1. Pengendalian ketergantungan diri pada kemelekatan duniawi 2. Pengendalian ego Jika setelah berwudhu kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan duniawi, lalu setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah kita sudah bisa menihilkan ego, maka itu berarti kita siap untuk masuk ke tahap selanjutnya dalam sholat: berdialog dengan Allah lewat surat Al Fatiha. Tanpa masuk ke dalam 2 kondisi di atas, kita tidak akan bisa berdalog dengan Allah. Bacaan-bacaan Al Fatiha kita menjadi meaningless... tanpa makna, dan tidak akan membekas apa-apa dalam kehidupan kita.  Jika kita sudah siap, mari kita mencoba masuk dalam tahap berdialog dengan Allah. Bagi sebagian orang, bisa berdialog dengan Allah adalah sesuatu yang sangat didambakan. Bagaimana tidak.. Sebagian kita berharap bisa berdialog da

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel