Langsung ke konten utama

CERITA SAJADAH

Di dalam masjid besar di pusat kota, sebuah Sajadah sedang mencurahkan isi hatinya pada seuntai Tasbih.

"Wahai Tasbih, aku adalah Sajadah. Lihatlah aku. Ketebalan dan kelembutanku membuat kaki-kaki yang menginjakku akan merasakan sebuah kenyamanan."


Sang Tasbih memperhatikan Sajadah dengan seksama. Ya.. Sajadah itu terlihat sangat lembut dan tebal. Motif-motif yang tergambar pada permukaannya sangat indah. Terlihat sangat mewah. Pasti ia datang ke negeri ini melewati sebuah perjalanan yang sangat jauh. Dan biaya yang tidak sedikit. Pasti dia dimiliki oleh orang berkecukupan.


"Dari mana asalmu?" Tanya si biji Tasbih

"Aku berasal dari sebuah negeri, nun jauh di ujung sana"

"Wah.. Kau beruntung sekali. Tentulah Kau adalah Sajadah yang istimewa bagi Tuanmu."


Sajadah itu menunduk sedih. Terdiam. Biji Tasbih tampak heran.


"Ya, aku sangat istimewa bagi Tuanku. Bahkan katanya aku sangat istimewa"


Sajadah kembali terdiam. Gerak tubuhnya memperlihatkan sebuah kegelisahan dan kesedihan yang dipendamnya.


"Dan mungkin karena begitu istimewanya aku selalu tersimpan di dalam lemari khusus yang digunakan tuanku untuk menyimpan barang-barang istimewanya"


"Berarti itu karena kau terlalu istimewa bagi tuanmu" Si biji tasbih masih terheran-heran dengan kesedihan sajadah istinewa itu.


"Ya.. Mungkin. Karena istimewa aku disimpan dalam lemari khusus. Hanya pada waktu-waktu tertentu seperti sekarang ini aku digunakan oleh tuanku. Saat-saat shalat bersama dengan pembesar-pembesar negeri ini. Atau ketika tamu-tamu agung datang ke rumah tuanku, barulah aku digelar sebagai alas shalat tamu agung itu."

Si Biji Tasbih terdiam menyimak cerita Sajadah. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa memahami kesedihan Sajadah istimewa itu.


"Lalu apa gunaku jika hanya untuk berdiam teronggok di dalam lemari?

Lalu kapan aku bisa menjadi alas kaki tuanku dan mengantarkan langkahnya menuju Tuhannya? Akulah yang seharusnya mengeringkan telapak kakinya dari sisa-sisa air wudhu, juga di kening dan telapak tangannya ketika ia bersujud di atasku. Karena hanya ketika itulah aku bisa membantu Tuanku untuk menghapus khilaf di kaki, tangan dan kepalanya itu."


Si Biji Tasbih merasa terkejut. Sungguh sangat terkejut. Betapa beruntungnya Si Biji Tasbih. Meski ia terbuat dari plastik-plastik yang ada di tempat sampah, Ia selalu digenggam oleh Tuannya. Jari jemari Tuannya selalu mengusap permukaannya. Hingga meskipun ia terbuat dari sampah, kini Ia terlihat sangat halus dan bercahaya. Setiap usapan jemari memberikannya satu kekuatan untuk mengantarkan wirid-wirid yang diucapkan masuk ke dalam hati Tuannya. Maka semakin hari semakin erat genggaman jemari, dan semakin sering jemari itu mengusap permukaan dirinya, semakin kuat pula ia mengantarkan wirid menyelusupi ruang-ruang di hati Tuannya, memenuhi setiap udara di dalamnya dengan nama Tuhannya.

Maka si Biji Tasbih pun memperhatikan bahwa dari hari ke hari kepala Tuannya semakin tertunduk begitu pula dengan hatinya, sedangkan suaranya semakin melembut.


Renungan si Biji Tasbih berhenti seketika saat Sajadah Istimewa di sebelahnya pergi secara tiba-tiba. Ia yang disandang di pundak Tuannya tetap terlihat kuyu meskipun masih tampak jelas kemewahannya.

Sajadah Istimewa itu pergi meninggalkan si Biji Tasbih yang masih digenggam dan diusap oleh Tuannya.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel