
“Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah”
Kata hati manusia pada dasarnya tidak pernah bertentangan dengan Tuhannya. Ya, ruh yang ditiupkanNya menjadikan secara naluriah tujuan manusia adalah Tuhan. Namun terkadang manusia terpenjara oleh belenggu-belenggu keduniawian. Ada belenggu harta kekayaan, belenggu jabatan dan kekuasaan, serta segala hal selain Tuhan yang mendominasi manusia . Jika manusia terpenjara oleh belenggu2 tersebut, manusia tidak akan pernah mencapai tujuannya, yaitu Tuhan.
Untuk itu manusia harus memerdekakan diri dari berbagai belenggu yang memenjarakannya. Hanya dengan memerdekakan dirilah manusia bisa menuju Tuhan.
Kisah Ibrahim dan Ismail adalah kisah manusia yang merdeka seutuhnya. Perintah menyembelih anak yang dicintainya merupakan salah satu ujian Tuhan yang diberikan kepada Ibrahim untuk memerdekakan dirinya. Sebagai Nabi tentunya Ibrahim telah mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Dan semua ujian tersebut selalu bisa dilaluinya. Ujian terakhir dan yang terberat adalah membuktikan bahwa tidak ada sesuatupun selain Allah yang mendominasi dan membelenggu dirinya. Membuktikan arti Tauhid yang sebenarnya, dan membuktikan bahwa tidak ada yang lebih dicintainya selain Allah, dan segala perangkat dunia yang dicintainya adalah cinta karena Allah semata. Maka kemudian turunlah perintah tersebut, perintah memerdekakan diri, termasuk memerdekakan diri dari dominasi cinta kepada seorang anak. Perintah untuk menyembelih anak kandungnya sendiri, yang telah lama dinanti-nantikan dan dirindukan. Namun setelah dihadirkan oleh Allah, kemudian Ibrahim harus menyembelihnya, dengan tangannya sendiri. Itulah perintah untuk merdeka. Itulah perintah Tauhid. Memerdekakan dari segala yang membelenggu untuk menuju kepada Tuhan. Memerdekakan diri dari segala sesuatu yang mendominasi diri kecuali Tuhan. Memerdekakan diri dari tuhan-tuhan selain Allah.
Maka setelah Ibrahim dan Ismail melaksanakan perintah Allah tersebut dengan ikhlas, merdekalah keduanya. Tak ada lagi belenggu yang menghalanginya, dan telah sampailah mereka berdua pada tujuannya: Tuhan.
Namun kemerdekaan yang dimaksud bukan berarti meninggalkan urusan dunia sama sekali. Kemerdekaan itu membebaskan diri dari belenggu. Artinya urusan dunia jangan sampai membelenggu manusia untuk mencapai tujuannya yang hakiki. Jika seorang manusia kemudian meninggalkan semua urusan dunia untuk terus menerus beribadah kepada Tuhannya, maka tanpa disadari dia telah membuat belenggu baru yang menghalanginya dari tujuannya semula: ego manusia. Ego? Benarkah meninggalkan semua urusan dunia, meninggalkan anak istri, meninggalkan harta kekayaan untuk terus menerus beribadah kepadaNya adalah sebuah bentuk keegoisan manusia?
Menurutku ya. Sebuah keegoisan manusia yang meninggalkan tanggung jawabnya sebagai manusia hanya untuk mendapatkan pahala bagi dirinya sendiri. Sekaligus sebuah kedangkalan pemikiran ketika beranggapan bahwa beribadah hanyalah terus menerus bersujud kepada Tuhan. Padahal Allah mewajibkan berzakat, memberi makan anak yatim dan menjai khalifah di muka bumi.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi,” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)
Maka, habluminallah tidak akan tercapai tanpa membangun habluminannas.
Sehingga seorang manusia merdeka mampu membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu keduniawian. Tak ada rasa khawatir dengan dunia, namun bukan berarti tidak peduli dengan urusan dunia. Justru dengan kemerdekaannya itulah dia selalu beramal, berbakti dan mengabdi untuk membangun lingkungan di sekitarnya, karena iman, tak akan ada artinya tanpa amal. Justru dengan kemerdekaannya itulah dia tidak pernah menjauh dari masyarakatnya, lingkungannya, dan rakyatnya, namun dunia tak pernah berhasil menipunya.
Kata hati manusia pada dasarnya tidak pernah bertentangan dengan Tuhannya. Ya, ruh yang ditiupkanNya menjadikan secara naluriah tujuan manusia adalah Tuhan. Namun terkadang manusia terpenjara oleh belenggu-belenggu keduniawian. Ada belenggu harta kekayaan, belenggu jabatan dan kekuasaan, serta segala hal selain Tuhan yang mendominasi manusia . Jika manusia terpenjara oleh belenggu2 tersebut, manusia tidak akan pernah mencapai tujuannya, yaitu Tuhan.
Untuk itu manusia harus memerdekakan diri dari berbagai belenggu yang memenjarakannya. Hanya dengan memerdekakan dirilah manusia bisa menuju Tuhan.
Kisah Ibrahim dan Ismail adalah kisah manusia yang merdeka seutuhnya. Perintah menyembelih anak yang dicintainya merupakan salah satu ujian Tuhan yang diberikan kepada Ibrahim untuk memerdekakan dirinya. Sebagai Nabi tentunya Ibrahim telah mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Dan semua ujian tersebut selalu bisa dilaluinya. Ujian terakhir dan yang terberat adalah membuktikan bahwa tidak ada sesuatupun selain Allah yang mendominasi dan membelenggu dirinya. Membuktikan arti Tauhid yang sebenarnya, dan membuktikan bahwa tidak ada yang lebih dicintainya selain Allah, dan segala perangkat dunia yang dicintainya adalah cinta karena Allah semata. Maka kemudian turunlah perintah tersebut, perintah memerdekakan diri, termasuk memerdekakan diri dari dominasi cinta kepada seorang anak. Perintah untuk menyembelih anak kandungnya sendiri, yang telah lama dinanti-nantikan dan dirindukan. Namun setelah dihadirkan oleh Allah, kemudian Ibrahim harus menyembelihnya, dengan tangannya sendiri. Itulah perintah untuk merdeka. Itulah perintah Tauhid. Memerdekakan dari segala yang membelenggu untuk menuju kepada Tuhan. Memerdekakan diri dari segala sesuatu yang mendominasi diri kecuali Tuhan. Memerdekakan diri dari tuhan-tuhan selain Allah.
Maka setelah Ibrahim dan Ismail melaksanakan perintah Allah tersebut dengan ikhlas, merdekalah keduanya. Tak ada lagi belenggu yang menghalanginya, dan telah sampailah mereka berdua pada tujuannya: Tuhan.
Namun kemerdekaan yang dimaksud bukan berarti meninggalkan urusan dunia sama sekali. Kemerdekaan itu membebaskan diri dari belenggu. Artinya urusan dunia jangan sampai membelenggu manusia untuk mencapai tujuannya yang hakiki. Jika seorang manusia kemudian meninggalkan semua urusan dunia untuk terus menerus beribadah kepada Tuhannya, maka tanpa disadari dia telah membuat belenggu baru yang menghalanginya dari tujuannya semula: ego manusia. Ego? Benarkah meninggalkan semua urusan dunia, meninggalkan anak istri, meninggalkan harta kekayaan untuk terus menerus beribadah kepadaNya adalah sebuah bentuk keegoisan manusia?
Menurutku ya. Sebuah keegoisan manusia yang meninggalkan tanggung jawabnya sebagai manusia hanya untuk mendapatkan pahala bagi dirinya sendiri. Sekaligus sebuah kedangkalan pemikiran ketika beranggapan bahwa beribadah hanyalah terus menerus bersujud kepada Tuhan. Padahal Allah mewajibkan berzakat, memberi makan anak yatim dan menjai khalifah di muka bumi.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi,” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)
Maka, habluminallah tidak akan tercapai tanpa membangun habluminannas.
Sehingga seorang manusia merdeka mampu membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu keduniawian. Tak ada rasa khawatir dengan dunia, namun bukan berarti tidak peduli dengan urusan dunia. Justru dengan kemerdekaannya itulah dia selalu beramal, berbakti dan mengabdi untuk membangun lingkungan di sekitarnya, karena iman, tak akan ada artinya tanpa amal. Justru dengan kemerdekaannya itulah dia tidak pernah menjauh dari masyarakatnya, lingkungannya, dan rakyatnya, namun dunia tak pernah berhasil menipunya.
Komentar
Posting Komentar