Langsung ke konten utama

Ketika Manusia Melembagakan Tuhan


“Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. MilikNya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisiNya tanpa izinNya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmuNya melainkan apa yang Dia kehendaki. KursiNya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar” (QS 2:255)

Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Meliputi. Meliputi jagad alam semesta, meliputi segenap ruang dan waktu. Tak ada celah ruang kosong yang tidak diliputiNya.

Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. KekuasaanNya tak terbatas dan tak terjangkau. KekuasaanNya meliputi jagad alam semesta. Tak ada celah ruang kosong yang tidak dikuasaiNya. Dari alam tak terbatas hingga sel terkecil dari makhluknya, tak ada yang luput dari kuasaNya.

Manusia hanyalah setitik debu yang melayang-layang di jagad alam semesta, dalam ruang tak terbatas. Begitu kecilnya manusia dalam kekuasaanNya, dalam samudera ilmuNya.

Maka, betapa menyedihkan ketika kemudian –karena kekerdilan manusia- Tuhan dilembagakan atas nama Kedaulatan Tuhan. Ketika kemudian manusia membatasi kekuasaan Tuhan Yang Maha Meliputi dalam patok-patok batasan sebuah negara.

Bahkan manusia yang sel-sel dalam tubuhnya sendiripun tak mampu dikuasainya. Merasa sanggup melembagakan Kekuasaan Yang Maha Luas, Yang Maha Meliputi.

Tidak, Tuhan tidak membutuhkan sebuah negara.

Tuhan tidak membutuhkan kekuasaan dari manusia.

Bahkan Tuhan tidak membutuhkan manusia itu sendiri.

Tuhan tidak tergantung kepada sesuatu, karena Tuhan adalah Tempat Bergantung.

“Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa,

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu,

Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakan,

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”

(QS 112:1-4)

Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. KekuasaanNya tak terbatas dan tak terjangkau. KekuasaanNya meliputi jagad alam semesta.

Kepada-Nya manusia memohon untuk meluruskan kembali niat baik dari manusia-manusia mulia yang lupa akan arti Maha Esa Tuhan,

Yang lupa akan arti Maha Besar Tuhan

Yang lupa akan arti Maha Kuasa Tuhan,

Yang lupa akan arti Maha Meliputi Tuhan.

Bahwa niat mulia mereka tanpa disadari telah mengecilkan makna Ketuhanan Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel