Langsung ke konten utama

Nasihat Ali bin Abi Thalib




Berkata Kumail bin Ziyad An Nakha'iy: "Pada suatu hari, Amirul Mukiminin Ali bin Abi THalib menggandeng tanganku dan membawaku ke suatu tempat pekuburan. Sesampainya di sana, ia menarik napas panjang dan berkata kepadaku:

Wahai Kumail, sesungguhnya kalbu manusia itu seperti wadah, yang terbaik darinya ialah yang paling rapi menjaga segala yang disimpan di dalamnya. Maka ingatlah apa yang kukatakan kepadamu:
Manusia itu ada tiga macam: rabbaniy yang berilmu, atau orang yang senantiasa belajar dan selalu berusaha agar berada di jalan keselamatan; atau -selebihnya- orang-orang awam yang bodoh dan picik, yang mengikuti semua suara (yang benar maupun yang batil), bergoyang bersama setiap angin yang menghembus, tiada bersuluh dengan cahaya ilmu dan tiada melindungkan diri dengan "pegangan" yang kukuh-kuat.

Wahai Kumail, ilmu adalah lebih utama daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan kau harus menjaga hartamu. Harta akan berkurang bila kaunafkahkan, sedangkan ilmu bertambah subur bila kaunafkahkan. Demikian pula budi yang ditimbulkan dengan harta akan hilang dengan hilangnya harta.

Wahai Kumail, makrifat ilmu seperti juga Agama merupakan pegangan hidup terbaik. Dengannya orang akan beroleh ketaatan dan penghormatan sepanjang hidupnya serta nama harum setelah wafatnya. Ilmu adalah hakim dan harta adalah sesuatu yang dihakimi.

Wahai Kumail, kaum penumpuk harta benda telah 'mati' di masa hidupnya, sedangkan orang-orang yang berilmu tetap 'hidup' sepanjang masa. Sosok tubuh mereka telah hilang, namun kenangan kepada mereka tetap di hati.

Ah... di sini (sambil menunjuk ke arah dadanya sendiri) tersimpan ilmu yang banyak sekali... sekiranya kujumpai orang-orang yang mau dan mampu memikulnya!

Memang telah kudapati orang yang cerdas akalnya, tapi ia tak dapat dipercaya. Seringkali memperalat ilmu agama untuk kepentingan dunia, menindas hamba-hamba Allah dengan anugerah nikmat-Nya yang dikaruniakan atas dirinya, dan memaksakan pendapatnya atas orang-orang kecintaan Allah. Atau kudapati seorang yang sangat patuh kepada para pembawa kebenaran, tetapi tidak memiliki kearifan untuk menembus pelik-peliknya, sehingga hatinya mudah goyah setiap kali keraguan melintas di depannya.

Tidak! bukan yang 'ini ' atau yang 'itu'

Juga bukan seseorang yang amat rakus mencari kelezatan hidup, yang mudah dikendalikan hawa nafsu. Atau yang gemar mengumpul dan menyimpan harta. Tiada keduanya patut termasuk di antara para gembala agama, tapi justru lebih dekat kepada binatang ternak yang digembalakan untuk mencari makan. Begitulah, ilmu menjadi 'mati' dengan kematian para pembawanya.

Meskipun demikian... demi Allah, bumi ini takkan pernah kosong dari seorang Qaim lillah bi hujjah (petugas Allah pembawa hujah-Nya), baik ia yang tampak dan dikenal atau yang cemas terliput oleh kezaliman atas dirinya. Sehingga dengan demikian tiada kan pernah menjadi batal hujah-hujah Allah dan tanda-tanda kebenaran-Nya

Namun berapakah.. dan dimanakan mereka...? Sungguh mereka itu teramat sedikit jumlahnya tetapi teramat agung kedudukannya disisi Allah. Dengan merekalah ALlah menjaga hujah-hujah dan tanda-tandaNya. sampai mereka menyerahterimakannya kepada orang-orang yang berpadanan dengan mereka, dan menanamnya di hati orang-orang yang seperti mereka.

Hakikat 'ilmu' menghunjam dalam lubuk kesadaran nurani mereka. Sehingga tindakan mereka berdasarkan 'ruh' keyakinan. Hidup berzuhud yang dirasa keras dan sulit bagi kaum yang suka bermewah-mewah, bagi mereka terasa lembut dan lunak. Hati mereka tenteram dengan segala yang justru menggelisahkan orang-orang jahil. Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh-tubuh yang tersangkut di tempat-tempat amat tinggi..."

Mereka itulah khalifah-khalifah Allah di bumi-Nya yang menyeru kepada Agama-Nya...

Ah... sungguh sangat besar rinduku bertemu dengan mereka

Kini, pulanglah (Wahai Kumail) bila Anda ingin.



(Dicuplik dari Mutiara Nahjul Balaghah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel