Langsung ke konten utama

Ketika Sapi Mengkudeta Manusia (II)

Jadi apa yang menyebabkan Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia begitu rendah? Jika pada kenyataannya ASI adalah yang terbaik, berarti ada 3 hal yang menghalangi seorang Ibu untuk memberikan ASI Eksklusif:

1. Ketidaktahuan/kurangnya kesadaran Ibu mengenai pentingnya ASI Eksklusif dan bagaimana pelaksanaannya.
2. Faktor lingkungan Ibu

Ketidaktahuan/kurangnya kesadaran Ibu mengenai pentingnya ASI Eksklusif dan bagaimana pelaksanaannya, adalah tanggung jawab pemerintah untuk mensosialisasikan program ini. Selama 2 kali mengandung dan melahirkan terus terang tidak ada dorongan atau advice dari dokter kandungan untuk memberikan ASI Eksklusif bagi bayiku. Informasi yang kudapat harus aku cari sendiri lewat media massa dan majalah. Bahkan pernah dokter anakku mendorongku untuk memberikan susu formula untuk Maula.
Faktor lingkungan Ibu, salah satunya bahkan dari Rumah Sakit tempat si Ibu melahirkan.

Pemberian ASI Eksklusif sedari dini memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan ASI Eksklusif 6 bulan. Sayangnya sedikit sekali Rumah Sakit yang mendukung program ini. Jangankan menyarankan untuk memberikan ASI Eksklusif bahkan rumah sakit seringkali langsung memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir, tanpa berkomunikasi dengan Ibu.

Selain Rumah Sakit, keluarga atau suami terkadang menjadi kendala keberhasilan ASI Eksklusif. Maka diperlukan kekompakan team untuk mendukung Ibu memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya.

Kendala terbesar dialami oleh ibu-ibu bekerja di daerah perkotaan. Waktu cuti yang sempit, 1 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan menjadi hambatan utama bagi Ibu bekerja. Dibandingkan di negara-negara maju, cuti melahirkan di Indonesia bisa dibilang sangat sempit. Tentunya hal ini menjadi kendala bagi Ibu melahirkan. Seandainya saja cuti melahirkan di Indonesia bisa diperpanjang menjadi 6 bulan setelah melahirkan tentu saja program ASI Eksklusif akan lebih mudah terlaksana.

Perlu kesadaran dan kerjasama dengan semua pihak, termasuk kesadaran dari kalangan pelaku bisnis/pengusaha untuk mewujudkan hal ini (memperpanjang cuti melahirkan menjadi 6 bulan), karena keberhasilan program ASI Eksklusif juga berarti keberhasilan bangsa ini untuk meningkatkan kualitas generasi penerus di masa depan.

Jangan biarkan sapi terus menerus mengkudeta manusia!!.... :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel