Langsung ke konten utama

Seandainya MUI....


Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan B' Sawal mengenai MUI. B' Sawal menyatakan bahwa MUI masih dibutuhkan di Indonesia karena masyarakat Indonesia sangat heterogen. Hmmm... lalu aku kemudian malah merasa khawatir.. khawatir dengan keberadaan MUI sekarang ini. Justru karena MUI masih sangat dibutuhkan di Indonesia,.. Aku khawatir terhadap sikap sebagian masyarakat Indonesia terhadap MUI yang merupakan reaksi dari fatwa2 MUI. Aku khawatir apabila masyarakat sudah tidak memandang MUI lagi sebagai sebuah lembaga yang penting.

Sudah sejak zaman pemerintahan Soeharto masyarakat memandang MUI dengan hambar. MUI yang seharusnya berperan sebagai 'penasihat' pemerintah dalam hal keagamaan malah cenderung menjadi perpanjangan tangan pemerintah. MUI yang diharapkan masyarakat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kaidah ke-Islaman malah dengan senang hati didikte pemerintah.

Fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI seolah-olah dikeluarkan untuk memuluskan jalannya pemerintahan. Yang terbaru adalah fatwa mengenai Golput. Setelah Hidayat Nur Wahid ketua MPR RI mengeluarkan wacana untuk mengusulkan MUI mengharamkan Golput... maka kemudian fatwa dikeluarkan.. Dengan dalil bahwa Wajib hukumnya untuk memilih pemimpin & dalil bahwa Rasul dimakamkan 3 hari setelah Beliau wafat karena belum adanya pemimpin yang dipilih (tanpa menyebutkan apakah memilih pemimpin tersebut termasuk fardhu kifayah ataukah fardhu ain). Padahal dari hasil proses memilih pemimpin tersebut sudah lahir pemimpin-pemimpin yang menyatakan bahwa 'memilih adalah hak, bukan kewajiban'. So... apa gunanya diwajibkan memilih pemimpin kalau undang-undang yang dikeluarkan para pemimpin yg sudah dipilih itu kemudian dinafikan?? Nah loh...

Selanjutnya adalah fatwa mengenai rokok. Zaman dahulu kala,... B' Sawal pernah bilang padaku kalau dia tidak pernah berani merokok di depan Alm Imaduddin Abdrhm, karena B' Imad mengharamkan rokok. Maka sejak itu aku berpikir, "Oh.. iya..ya.. tapi kenapa hanya B' Imad yang mengharamkan rokok? kenapa MUI tidak memfatwakan merokok itu haram?" lalu sejak itu pula aku menunggu-nunggu... kapan nih MUI berani memfatwakan merokok itu haram... mengingat besarnya pendapatan negara yang diperoleh dari rokok disamping begitu banyaknya pula ulama yang tidak dapat lepas dari rokok.
Setelah MUI mengeluarkan fatwa haram bagi rokok... akupun merasa surprise... tapi sayangnya.. ternyata hanya diharamkan bagi anak2 dan wanita hamil.... yah....

Begitu banyaknya reaksi negatif terhadap fatwa2 MUI dan imbas negatifnya membuat aku khawatir.. Yang terutama adalah fatwa mengenai golput. Aku khawatir fatwa itu akan menjadi bumerang bagi MUI sendiri jika pada pemilu nanti ternyata jumlah golput justru meningkat. Apakah berarti masyarakat sudah tidak peduli dengan fatwa MUI? Apakah kekhawatiran ini akan berlanjut pada pertanyaan "apakah MUI masih dibutuhkan di Indonesia?"
Seandainya MUI bisa bersikap dengan bijak dan independen, maka pandangan masyarakat terhadap MUI akan berbeda, dan fatwa2nya akan selalu dipatuhi masyarakat.. seperti ketika Imam Khomeini memfatwakan halal darahnya Salman Rushdie.. maka seluruh umat Islam di dunia mematuhinya sampai2 Salman Rushdie baru berani keluar dari persembunyiannya setelah Imam Khomeini meninggal dunia..

Duh... seandainya MUI......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel