Langsung ke konten utama

Allah Tidak Membutuhkan Ibadah Kita




Allah tidak membutuhkan sholat kita.
Ia menyuruh kita sholat agar terlatih sabar, damai, kasih sayang dalam hati kita.
Sehingga ketika kita berkecimpung dalam masyarakat, sholat kita akan memancarkan rasa damai, sabar dan kasih sayang kepada sesama makhluk.

Allah tidak membutuhkan bacaan Quran kita.
Ia menyuruh kita membaca dan mengaji Al Quran agar kita memahami tuntunan2Nya dalam menjalani hidup kita.
Sehingga ketika kita bersosialisasi dlm masyarakat, kita bersosialisasi dgn pribadi Al Quran: membawa ke arah kebaikan, bukan kerusakan.

Allah tidak membutuhkan puasa dan zakat kita.
Ia menyuruh kita berpuasa dan berzakat agar terlatih hati kita melihat orang-orang yg teraniaya. Sehingga ketika kita terjun ke masyarakat, tidak keras hati kita seperti batu saat melihat orang2 yg lemah.

Allah tidak membutuhkan haji kita.
Ia menyuruh kita berhaji agar merdeka jiwa kita, tak ada lagi thagut. Syahadat! Tauhid!
Tak ada lagi rasa tunduk kita, takut kita, taklid kita, patuh kita selain kepada Allah.
Sehingga dalam bermasyarakat, bebas merdeka jiwa kita untuk mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah.

Sudahkah kita "sholat"?
Sudahkah kita "mengaji" Al Quran?
Sudahkah kita "berpuasa" & "berzakat"?
Sudahkah kita "berhaji"?

#NoteToMySelf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel