Kecelakaan terjadi di
jalan layang nontol Casablanca menewaskan Windawati yang sedang hamil 7
bulan. Kepala Sub Bagian Humas Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Aswin
mengatakan pengendara sepeda motor bernama Faisal, suami Windawati, sengaja
menghindari razia, sehingga nekat mengemudikan sepeda motor di jalur yang
berlawanan arus. “Jadi, memang dia melawan arus karena menghindari razia,”
katanya saat dihubungi, Selasa, 28 Januari 2014.
Kecelakaan itu terjadi Senin malam, 27 Januari 2014. Saat itu, Faisal baru saja menjemput istrinya yang bekerja di kawasan Casablanca. Mereka pun hendak pulang dan mengambil jalan layang nontol untuk mempercepat akses jalan menuju Tanah Abang. Namun di turunan flyover itu, tepatnya di depan gedung Standard Charter, polisi sedang menggelar razia lalu lintas.
Karena takut ditilang, Faisal pun memutar balik motor Honda Beat B-3842-SLA miliknya tepat di depan Mal Ambasador. Dia takut ditilang karena pengendara sepeda motor memang dilarang menggunakan flyover yang baru diresmikan akhir 2013 lalu itu. Faisal nekat memutar balik meski harus melawan arus lalu lintas di atas flyover.
Tak lama setelah melawan arus, motor yang ditumpangi Faisal dan Windawati ditabrak oleh mobil Honda City yang dikemudikan seorang laki-laki. Akibat tabrakan itu, Windawati terpental hingga jatuh ke bawah flyover. Helm yang digunakannya pun pecah. (Tempo.co, 28 Januari 2014)
Kecelakaan itu terjadi Senin malam, 27 Januari 2014. Saat itu, Faisal baru saja menjemput istrinya yang bekerja di kawasan Casablanca. Mereka pun hendak pulang dan mengambil jalan layang nontol untuk mempercepat akses jalan menuju Tanah Abang. Namun di turunan flyover itu, tepatnya di depan gedung Standard Charter, polisi sedang menggelar razia lalu lintas.
Karena takut ditilang, Faisal pun memutar balik motor Honda Beat B-3842-SLA miliknya tepat di depan Mal Ambasador. Dia takut ditilang karena pengendara sepeda motor memang dilarang menggunakan flyover yang baru diresmikan akhir 2013 lalu itu. Faisal nekat memutar balik meski harus melawan arus lalu lintas di atas flyover.
Tak lama setelah melawan arus, motor yang ditumpangi Faisal dan Windawati ditabrak oleh mobil Honda City yang dikemudikan seorang laki-laki. Akibat tabrakan itu, Windawati terpental hingga jatuh ke bawah flyover. Helm yang digunakannya pun pecah. (Tempo.co, 28 Januari 2014)
Inalillahi wa inna ilaihi rajiun…
Sebagai makhluk sosial manusia tidak pernah bisa hidup
sendiri, selalu hidup dan menjadi bagian dalam sebuah lingkungan masyarakat.
Interaksi yang tumbuh antara manusia di dalam lingkungan sosial itu dan juga
kepentingan yang berbeda di antara mereka akan menimbulkan potensi terjadinya
konflik di antara mereka. Maka dibutuhkanlah sebuah tata aturan yang disepakati
dan dilaksanakan secara bersama-sama untuk menciptakan lingkungan masyarakat
yang baik. Sayangnya tidak semua manusia memiliki kesadaran bahwa tata aturan
tersebut dibuat untuk kepentingan bersama. Ada banyak manusia-manusia yang tidak
peduli terhadap kepentingan bersama itu. Yang didahulukan selalu kepentingan
pribadinya, meskipun cara yang dilakukannya akan merugikan orang lain. Untuk
menjaga tata aturan ini terlaksana dengan baik, terutama terhadap
manusia-manusia seperti itu, maka tata aturan biasanya disertai dengan
konsekuensi punish and reward, selain konsekuensi hasil dari perbuatan itu
sendiri.
Dalam menanggapi tata aturan yang dilengkapi dengan punish
and reward ini sendiri ada 3 level manusia dalam masyarakat:
1.
- Level orang-orang yang memang menghendaki terciptanya sebuah lingkungan masyarakat yang tertib dan baik. Kesadaran golongan ini lebih tinggi. Mereka menyadari bahwa setiap perbuatan akan memiliki sebuah konsekuensi yang akan mempengerahui kondisi masyarakat karena mereka adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Tanpa ada punish and reward pun mereka akan berusaha untuk menciptakan lingkungan sosial masyarakat yang lebih baik dimulai dari diri mereka sendiri.
- Level orang-orang yang tunduk dan patuh dengan sendirinya terhadap tata aturan tersebut tanpa memiliki kesadaran untuk apa peraturan2 itu dibuat (taqlid)
- Level orang-orang yang tidak peduli terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya. Mereka hanya peduli pada dirinya sendiri, mereka juga tidak peduli jika orang lain dan masyarakat merugi karena tindakannya. Golongan ini hanya akan mematuhi tata aturan jika ada ‘razia’. Contoh dari golongan ini adalah pengendara motor yang diceritakan pada kasus kecelakaan di atas.
Peranan pendidikan sangat kuat dalam menentukan ketiga level
di atas. Level 3 umumnya terjadi pada lingkungan masyarakat terbelakang. Di
mana taraf pendidikan kurang sehingga selalu harus dipaksa dengan punish and
reward. Jika sudah terbiasa dengan disiplin punish and reward seiring dengan
meningkatnya taraf pendidikan dan pemahaman, maka level manusia itu akan
meningkat secara berkesinambungan hingga mencapai level pertama.
Dalam Islam, Allah juga menurunkan tata aturan untuk
kebaikan umat manusia itu sendiri. Ketika manusia diciptakan, Jibril sudah
mengetahui bahwa manusia memiliki potensi untuk melakukan kerusakan di muka
bumi. Tetapi Allah memiliki mekanismeNya sendiri. Kerusakan di muka bumi bisa
dieliminir dengan proses pembelajaran akal dan pikiran manusia sehingga pada
akhirnya akal dan pikiran manusia tsb akan menghasilkan produk berupa tata
aturan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun sayangnya, akal dan pikiran
manusia sangat terbatas. Banyak sekali persoalan di muka bumi ini yang belum
mampu dipecahkan oleh akal pikiran maupun ilmu pengetahuan manusia. Ada banyak
pula persoalan baik-buruk, salah-benar yang tidak masuk ke dalam lingkup
peraturan produk manusia karena manusia tidak mampu atau tidak mau untuk
mengaturnya.
Dalam tata aturan yang telah diturunkan Allah tersebut, punish
dan reward diwujudkan dalam bentuk pahala dan dosa. Kedua hal inilah yang menjadi
tiket untuk menuju surga ataupun neraka bagi seorang manusia. Sama halnya
dengan uraian sebelumnya, dalam menjalankan agama manusia juga terbagi ke dalam
3 level. Mekanisme pahala dan dosa adalah
mekanisme yang diterapkan untuk golongan kelas 2 dan 3 tersebut di atas yang
sulit sekali memahami bahwa segala tata aturan yang Allah turunkan tersebut
adalah untuk kebaikan mereka bersama di dunia, bukan karena untuk kebaikan
Allah SWT.
Tidak, sama sekali
tidak. Allah tidak mempunyai kepentingan terhadap manusia dan tidak juga
berkepentingan terhadap bagaimana kondisi manusia di dunia ini. Tuhan adalah
sosok Prima Causa yang tidak memiliki ketergantungan maupun kebutuhan terhadap
manusia dan apa yang terjadi pada manusia. Apakah kondisi tatanan masyarakat
akan berantakan karena ulah manusia itu sendiri, Allah tidak memiliki
kepentingan terhadap itu semua. Jjika Allah menghendaki, maka Dia bisa membuat
semua manusia patuh kepadanya. Allah bisa, sangat bisa membuat manusia hanya
melakukan kebaikan semata.
Namun jika demikian adanya, apakah bedanya manusia dengan
makhluk lainnya? Apa bedanya manusia dengan burung-burung di atas pohon? Apa
bedanya manusia dengan harimau di padang rumput? Apa bedanya manusia dengan
ikan-ikan yang berenang di lautan? Nyatanya Allah menempatkan manusia lebih
tinggi dari makhluk-makhluk itu semua. Allah merahmatkan akal, pikiran dan
kebebasan untuk manusia. Dengan akal, pikiran dan kebebasan yang dirahmatkan
Allah kepada manusia tersebut, manusia mampu membuat tata aturan bagi mereka
sendiri untuk mengatasi berbagai macam permasalahan dan konflik maupun potensi
konflik yang terjadi dalam interaksi antar manusia di masyarakat. Namun ilmu
manusia sangat kecil jika dibandingkan dengan ilmu Allah. Ada banyak hal yang
belum bisa dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia. Ego dan nafsu manusia juga
biasanya sangat besar. Bahkan seringkali lebih besar daripada akal dan
pikirannya itu sendiri. Ego dan nafsu manusia itu dapat mengalahkan akal dan
pikiran. Di dalam agama Allah memberikan petunjuk berbagai hal yang belum mampu
dicapai oleh akal dan pikiran manusia. Dan belum mampu dijangkau oleh ilmu pengetahuan
manusia. Jika akal dan pikiran seorang manusia belum mampu untuk mengalahkan
ego dan nafsunya, maka mekanisme pahala dan dosalah yang akan mendorong manusia
untuk mengalahkan ego dan nafsu tersebut. Maka tidak lain, Allah memberikan
petunjuk itu, memberikan tata aturan itu agar manusia dapat hidup dengan baik
di dunia. Bukan untuk kepentingan Allah. Sekali lagi, Allah bebas dari
kepentingan terhadap manusia. Agama adalah wujud kasih sayang Allah kepada
Manusia.
Karena tata aturan itu diturunkan Allah atas kasih sayangNya,
maka Dia tidak pernah menjatuhkan hukuman dengan semena-mena. Allah tidak
pernah murka pada manusia karena perbuatan manusia merugikanNya. Sekali lagi Allah
tidak memiliki kepentingan terhadap manusia. Allah tidak bergantung pada
perilaku manusia. Jika Allah murka karena manusia mengabaikan perintah dan
larangannya, murka Allah bukan karena kepentinganNya terganggu. Tapi karena
pelanggaran yang dilakukan oleh manusia itu akan merugikan orang lain dan
masyarakat di lingkungannya.
Allah memberikan hukuman
untuk pendidikan umatnya agar menjadi insan kamil, menjadi manusia yang
lebih baik. Semuanya adalah bentuk kasih sayangNya, bentuk Rahman-Nya. Pahala
dan dosa ini adalah sebagai SALAH SATU CARA untuk mendidik dan mendisiplinkan
umat. Masih ada cara yang lain untuk mendidik masyarakat selain punish and
reward, pahala dan dosa ini, yaitu bagi umat yang sudah dapat memahami dan menjalankan
kebaikan itu sendiri. Mereka sudah tidak perlu punish and reward lagi, tinggal
berjalan saja menuju tahapan selanjutnya: level 0, yaitu level manusia-manusia
yang hanya berharap dapat berjalan menuju Allah karena cinta.
Tapi meskipun Allah menurunkan tata aturan karena rahmat dan
rahimNya, manusia selalu berprasangka buruk pada Allah. Allah digambarkan
sebagai Zat yang senang menyiksa makhluk yang diciptakanNya sendiri, Allah digambarkan
mudah sekali membakar manusia dalam api neraka tanpa alasan-alasan yang kuat.
Padahal dalam pengadilan di dunia saja, dalam memberikan ganjaran bagi
pelanggar-pelanggar hukum, manusia dapat mengambil kemanusiaan sebagai bahan
pertimbangan hukumnya. Lalu bagaimana bisa manusia memberikan gambaran tentang Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itu sebagai zat yang mudah menyiksa
manusia? Senang membakarnya dalam api neraka?
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
"Sesungguhnya
rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (Shahih al-Bukhari no. 2955 dari Qutaibah
bin Sa’id dari Mughirah bin ‘Abdur Rahman Al Qurasyiy dari Abu Az Zanad dari Al
A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Allah selalu mendahulukan rahmatNya. Dosa, azab yang Allah
berikan bukan dalam rangka mendzalimi manusia, bukan dalam rangka menyiksa manusia
dan bukan dalam rangka murka kepada manusia. Tapi untuk mendidik manusia.
Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS An Nisa, 4:40)
Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah
yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (QS Yunus, 10:44)
Barangsiapa
yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri;
dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya. (QS Fussilat
41:46)
Bagi orang-orang yang sulit untuk memahaminya, ganjaran
pahala dan dosa adalah cara yang baik sebagai pemacu semangat untuk berbuat
kebaikan. Tetapi manusia harus terus maju dalam berproses. Maka meskipun dipacu
dengan pahala dan dosa, mereka tetap harus diberikan pemahaman mengenai
pentingnya kepentingan dan kebaikan bersama.
Demikianlah, ketika Allah menerapkan sebuah ‘sistem
pendidikan’ bagi manusia, di satu sisi manusia tidak dapat menangkap maksudNya.
Sehingga menggambarkan Allah sebagai Tuhan yang senang menyiksa manusia. Pahala
dan dosa hanyalah salah satu cara Allah untuk mendidik manusia. Masih ada cara
lain? Tentu saja. Sebagaimana kita halnya manusia, hukum dan penghargaan bukan
satu-satunya cara untuk mendidik rakyat. Cara mendidik yang paling baik adalah
dengan menumbuhkan kesadaran pemahaman mengenai pentingnya mewujudkan kebaikan
bersama. Dan cara Allah memberikan petunjuk agar tumbuh kesadaran itu dalam
diri manusia banyak sekali. Petunjuk-petunjuk Allah tersebut tersebar di
seluruh alam raya ini. Tidak ada setitik ruang pun di alam raya ini yang tidak
berisi petunjukNya. Tetapi ada satu syarat bagi seseorang untuk mampu naik ke
level pertama seperti yang disebutkan di atas ini: Berpikir. Berpikir dengan
menggunakan akal dan pikiran yang telah dirahmatkan Allah kepada manusia itu. Berulang
kali Allah memerintahkan manusia berpikir, seperti yang tersebut dalam Al
Quran.
Katakanlah:
"Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan
Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah
tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak
memikirkannya? (QS Yunus 10:16)
Demikianlah
Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu
memahaminya. (QS Al Baqarah 2:242)
Maka, beribadahlah dengan menggunakan akal dan pikiran yang
telah dirahmatkan Allah kepada kita, bukan hanya didorong oleh punish dan
reward semata. Sudah saatnya pula kita menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih baik lagi dalam amar ma'ruf nahi munkar. Dengan mendidik, menumbuhkan kesadaran manusia, tidak lagi dengan pendekatan ancaman-ancaman yang mengerikan. Kecuali... jika memang masyarakat yang kita hadapi ketika melakukan amar ma'ruf nahi munkar adalah masyarakat jahiliyah seperti yang dihadapi Rasulullah SAW dulu. Wallahu alam bi sawab..
Komentar
Posting Komentar