Langsung ke konten utama

KADO PERNIKAHAN UNTUK YASER

Ah, akhirnya menikah juganya adikku yang berjiwa Jawa tapi berlogat Medan ini. Kalaulah akad dan resepsinya di Jakarta, pastinya aku sudah harus berkebaya ria menjadi "pagar ayu tenan" yak.. mehehehehe...
Membaca tulisan di undangannya, sudah sangat pasti dan jelas kalau Yaser sendiri yang merangkai kata-kata itu. Maka jadilah undangan yang unik agak-agak gila tapi indah.

Catatan ini bukanlah sebuah nasehat pernikahan. Usiaku yang masih sangat muda (huasyeeemmm) dan usia pernikahanku yang masih abege (13 tahun) membuat aku merasa sangat belum pantas memberi nasihat mengenai pernikahan. Catatan ini hanya sebagai pengganti kehadiranku di Ngayogyakarta Hadiningrat sonoh. Semoga adalah setitik pelajaran dari catatan berbagi ini.



Ketika dua orang yang saling mencintai sepakat untuk memasang janur kuning di muka rumah orang tuanya, ada satu hal yang aku yakini: "jodoh mereka ada di tangan mereka". Aku bukanlah orang yang percaya bahwa "jodoh di tangan Tuhan". Tapi aku sangat percaya bahwa jodoh termasuk usaha di dalam taqdir. Mengutip kuliah shubuh dari Quraish Shihab, taqdir secara harfiah berarti wilayah. Jadi menurut Quraish Shihab: Allah yang menentukan batas-batas wilayahnya, dan manusia yang berusaha di dalam batas-batas tersebut. Artinya usaha manusia itu sendiri sangat berperan di dalam taqdir. Menjadi mudah dipahami jika kita membawa kertas dan pinsil lalu menggambar 2, 3, 4, 5, atau lebih himpunan matematika. Taqdir adalah batas-batas himpunan tersebut. Ada himpunan yang beririsan, ada pula himpunan yang tidak beririsan. Mengenai jodoh Yaser dan Isti, sepertinya bisa dipahami jika kita gambar 5-6 himpunan yang beririsan bak logo Olimpiade... Kita beri nama saja 'himpunan Yaser", "himpunan Isti", "himpunan Inem", "himpunan Joni", "himpunan Ngatiman"... mehehee.. (punten ya Isti...ini hanya untuk menggambarkan saja). Himpunan Yaser beririsan dengan Himpunan Isti dan Himpunan Inem (kita anggap saja dulu Yaser pernah berusaha mendapatkan hati Inem tapi gagal). Himpunan Isti beririsan dengan himpunan Yaser, himpunan Joni dan himpunan Ngatiman (sebut sajalah namanya demikian). Masing-masing menjalankan "si jodoh" di dalam himpunan tersebut. Namun karena berbagai faktor internal (tsaaaaahh) dari Yaser dan Inem, jodoh Yaser tak kunjung bertemu di dalam irisan himpunan dengan jodoh Inem. Begitu pula jodoh Isti dan Joni, juga Ngatiman tak kunjung bertemu dalam irisan himpunan. Yang bertemu ternyata adalah jodoh Yaser dan Isti di dalam irisan himpunan mereka berdua. Maka jadilah mereka berdua besok Jumat mengucapkan ijab kabul di depan penghulu.



Demikian di atas adalah persepsiku mengenai jodoh. Masing-masing manusialah yang berusaha menjalankan "si jodoh", dan Allah-lah yang menggambar batas-batas himpunannya. Entah benar, entah salah persepsiku tersebut... wallahualam. Tapi dari persepsi tersebut (jika persepsiku itu benar), manusialah yang berusaha menemukan jodohnya. Maka ketika dua orang yang mencintai sepakat untuk memasang janur kuning di muka rumah orang tuanya, aku akan berkata kepada mereka: "Pasanganmu adalah PILIHANMU. Pilihanmu atas usahamu. Pilihanmu atas pikiranmu. Pilihanmu atas perasaanmu. Kalian memilih secara dewasa. Dan karena seorang manusia dewasa selalu bertanggung jawab terhadap pilihannya, maka BERTANGGUNGJAWABLAH atas pilihanmu itu." Memang ada gitu manusia dewasa yang tidak bertanggung jawab terhadap pilihannya, dalam hal ini jodohnya? Ada! Ini salah satu contohnya. Contoh loh yaaa.. Suka lihat infotainment? Ah... kalau manusia yang bernama Yaser ini diragukan minatnya terhadap infotainment. Berbeda denganku, emak-emak yang gemar berghibah dan bergosip. Cobalah sekali-kali nonton infotainment, Ser. Dan lihatlah jika ada artis-artis di tipi itu yang bercerai. Seringkali kulihat mereka berkata: "perceraian ini adalah taqdir Allah SWT" Yayyyy!!! mereka yang memilih bercerai, Tuhan pulak yang dijadikan kambing hitam :)

Ketika dua orang yang saling mencintai sepakat untuk memasang janur kuning di muka rumah orang tuanya, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepada mereka: "kalian menikah karena apa? apakah karena ingin hidup bersama dengan orang yang kalian cintai atau karena ingin membangun sebuah keluarga?" Adakah perbedaannya antara kedua itu, Yaser? Bagiku ada.. dan sangat-sangat berbeda. Membangun sebuah keluarga adalah level lebih lanjut dari 'hidup bersama dengan orang yg kita cintai'. Sekedar hidup bersama dengan orang yang kita cintai tak jauh berbeda dengan kumpul kebo seperti pasangan-pasangan bule di barat sonoh. Tak jauh berbeda pula dengan PATJARAN. Sedikit perbedaan di sini adalah selembar surat pengesahan. Eh... bukan selembar ya tapi 2 buku nikah. Maaf.. lupa. Maklum sudah 13 tahun yang lalu.. mehehehe.. Ya.. perbedaannya hanya itu: pengesahan. Kehadiran anak di level ini hanya bonus saja. Kalau tak cocok ya putus. Seperti patjaran pada umumnyalah..

Membangun sebuah keluarga sangat berbeda dari sekedar hidup bersama dengan orang yang dicintai. Ada yang dibangun di sini. Yang membangun bukan hanya sekedar sepasang manusia yang saling mencintai, tapi mereka adalah satu tim. Menjalani sebuah proses bersama dalam satu tim. Saling berbagi peran dan tanggung jawab dengan segala kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pasangan. Hambatan dan rintangan akan melahirkan feedback dalam proses tersebut. Dan karena pasangan ini adalah tim, mereka akan bekerja sama memproses ulang feedback tersebut. Rasakanlah, Ser. Pasti akan kau temui perbedaan antara kedua tahap tersebut.

Maka Yaser, doaku esok hari adalah doa selamat atas pilihanmu, doa selamat atas tanggung jawabmu, dan doa selamat membangun. Semoga pilihanmu itu, tanggung jawabmu itu, dan bangunanmu itu akan menjadi sumbanganmu untuk bangsamu dan agamamu. Aamiin ya rabbal alamin..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel