Langsung ke konten utama

Ditampar Oleh HIDUP ITU INDAH

Mengenai peraturan baru untuk mengurus KTP: latar belakang pas foto berwarna biru untuk yang tahun kelahirannya genap dan latar belakang pas foto berwarna merah untuk yang tahun kelahirannya ganjil, tak ada satupun dari petugas kelurahan yang mampu menjelaskan tujuan diberlakukannya aturan tersebut. Maka penulis buku "Hidup Itu Indah" berkata pada petugas kelurahan: "Kalau saja saya yang punya kewenangan bikin peraturan baru itu, akan saya wajibkan warna merah menjadi latar belakang pas foto setiap pemohon KTP. Bedanya, bagi yang tahun kelahirannya genap merahnya tipe dark vermilion sedangkan untuk yang bertahun ganjil musti bright scarlet." Tentu saja si petugas kelurahan penasaran kenapa Aji menerapkan peraturan seperti itu. "Kalau suatu peraturan diciptakan untuk mempersulit, percayalah, versi saya tadi lebih manjur"


Satire yang menggelitik namun cadas. Demikianlah yang bisa digambarkan dari buku HIDUP ITU INDAH yang ditulis dan diilustrasikan oleh Aji Prasetyo. Cadas. Karena setiap bagian-bagian ceritanya seperti menampar pembaca.


Bagi yang belum menyadari berbagai ironi hidup di negeri tercinta Indonesia, buku ini membangunkan mereka untuk melihat realita negeri ini. Dan bagi yang sudah melihat atau bahkan mengalaminya, buku ini sejalan dengan segala uneg-uneg yang tersimpan bagaikan nanah dalam bisul. Puas rasanya bisa membaca satire yang cadas. Mentertawakan dengan keprihatinan. Seolah-olah menyodorkan ironi ke depan Bapak-Bapak pejabat yang terhormat: "ini loh.. Negeri yang Njenengan urus itu"


Komik Opini. Terus terang istilah "Komik Opini" baru saya dengar dari buku ini. Buku yang dikirimkan seorang kawan (yang jauh tapi dekat) via motor seorang kurir. Saya coba searching di googling: 'k o m i k o p i n i'. Dan sebagian besar hasil searching mengarah pada buku besutan Aji Prasetyo. Karena tidak menemukan arti istilah yang pas, maka saya mengambil kesimpulan sendiri bahwa komik opini adalah opini penulis yang diwujudkan dalam bentuk komik. Dan saya melihat perbedaan yang jauh dari Komik Opini ala Aji Prasetyo ini dengan komik-komik biasa pada umumnya. Bahkan dengan komik-komik yang seringkali memiliki misi bertujuan membentuk opini masyarakat seperti Benny n Mice, Panji Koming dan lain sebagainya. Komik Opini ala Aji Prasetyo menggunakan gambar-gambar komik sebagai media ilustrasi opini penulis. Jadi bisa dibilang buku ini unik. Tidak full 100% komik, namun juga tidak full 100% tulisan-tulisan opini. Maka tepat juga istilah Komik Opini digunakan untuk model buku seperti ini.


Lepas dari penampilan buku ini yang menggunakan model komik-opini, opini-opini Aji Prasetyo yang dituangkan di dalam buku ini sendiri selain mengena juga bisa dibilang berani. Buku ini pastinya kontroversial. Aji Prasetyo dengan berani mengemukakan opininya yang bisa jadi menyodok ketersinggungan beberapa pihak. Bahkan mungkin pihak-pihak yang selama ini dikenal bersumbu pendek. Isu-isu sensitif seputar agama yang mungkin menjadi bisul bahkan tidak sungkan dijadikan ilustrasi cover utama buku ini. Menggelitik, sekaligus menampar. Adakah yang sanggup memprotes buku ini? Terus terang saya ragukan. Karena meskipun menyodok, buku ini berbicara mengenai opini berdasarkan realita di masyarakat. Sanggupkah masyarakat pembaca mengingkari fakta yang selama ini terjadi? Ya.. Kita lihat saja.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari Berbohong dalam Berpolitik: INDEKS KORUPSI PARTAI POLITIK VERSI KPK WATCH: QUALIFIED ATAU ABAL-ABAL?

Akhir-akhir ini banyak beredar di dunia maya Indeks Korupsi Partai Politik yang dibuat oleh semacam lembaga (entah lembaga resmi, entah lembaga dadakan)dengan nama KPK Watch sebagai berikut di bawah. Bagaimana metode perhitungan Indeks Korupsi Partai Politik versi KPK Watch ini? KPK Watch mengambil data jumlah koruptor selama periode 2002-2014 dari laman ICW. Setelah diperoleh angka jumlah koruptor, KPK Watch membagi angka tersebut dengan jumlah suara yang diperoleh pada pemilu 2009. Maka didapatlah angka Indeks Korupsi Partai Politik yang kemudian dipublikasikan via social media. Tentu saja publikasi ini tidak melewati publikasi media cetak dan media elektronik. Mengapa? Entahlah.. kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas bagaimana metoda perhitungan KPK Watch ini dan apa pengaruhnya pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 ini. Tapi mungkin dari pembahasan ini kita akan paham kenapa Indeks Korupsi Partai Politik yang dikeluarkan KPK Watch ti

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

Halloooo Indaah :)

Hallo Indah dan semua kawan yang bertanya tentang ulasan saya mengenai Data KPK Watch di Kompasiana ( http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html ). Sebetulnya saya merasa sangat tidak perlu membuat tulisan ini lagi. Karena jawaban atas tulisan Indah sudah sangat jelas di ulasan saya tersebut. Tapi mungkin Indah dan beberapa kawan yang lain belum bisa memahami kalau saya tidak menerangkannya secara grafis serta dengan contoh-contoh sederhana lainnya. Juga karena saran beberapa kawan ya pada akhirnya saya buat juga. Karena saya bukan anggota Kompasiana, maka saya tidak bisa memberikan komentar di tulisan Indah tsb. Mohon maaf kalau saya menjelaskannya dengan soal cerita matematika sederhana kelas 6 SD. Tidak bermaksud merendahkan dan menyamakan taraf pemahaman dengan anak kelas 6 SD, tapi memang ilmu statistik yang saya gunakan bukan ilmu statistik yang rumit, hanya ilmu statistik sederhana dan perbandingan sederhana yang ada di pel