Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

SEBUAH PABRIK BERNAMA UJIAN NASIONAL

Pagi itu saya sangat terkejut membaca sebuah berita di dunia maya. Wawancara Wakil Menteri Pendidikan mengenai Ujian Nasional yang saya baca di sini membuat saya terpukul: "Percayalah, kalau tidak diberi ujian, yakin saya sekolah itu tidak akan menerapkan proses belajar. Coba bayangkan Indonesia tidak ada semangat untuk belajar. Untung ada UN, mereka jadi belajar." Pernyataan ini membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana bisa seorang Wakil Menteri Pendidikan berbicara seperti ini? Apakah ini didasari pengalaman pribadi Sang Profesor? Sehingga Wamen merasa sangat pesimis dengan berlangsungnya proses belajar di sekolah? Mungkin banyak pertanyaan di masyarakat: "apa sih yang salah dengan UN?" atau "perasaan jaman dulu Ujian nggak ribut-ribut seperti ini". Sungguh pada awalnya saya juga merasa heran, apa yang salah dengan UN? toh jaman dulu ini tidak ada masalah? Pada awalnya saya pernah menyatakan: Tidak ada yang salah dengan UN dan saya mendukung ad

DI RUMAH ITU..

Minggu siang yang mendung. Dan kali ini aku mencoba untuk berjalan mundur ke belakang. Terus berjalan mundur. Dan terus berjalan mundur, mengikuti jejak kaki yang pernah ada. Sampai aku tiba di depan sebuah rumah. Tempat di mana tirai tersingkap. Dan film itu kembali diputar ulang. Terlihat olehku rumah kecil dengan taman yang indah. Taman sentuhan seorang ibu. Ada bunga berwarna ungu di sana. Dan wangi kecubung melayang terbang dari gantungannya. Film tersendat berputar. Lalu memulai kembali gambar di seberang rumah itu. Pada trotoar di bawah pohon tanjung. Tempat yang nyaman untuk memulai percakapan, hingga pertengkaran tentang sebatang rokok. Berhenti di depan garasi, pada satu adegan di bawah hujan. Ketika jari-jari itu menghapus jejak air di jendela. Sampai sebuah tangan membuatnya berhenti. Adegan masih terus berlanjut. Di sebuah paviliun beratap rendah. Dengan aquarium bulat di atas meja. Yang dipenuhi mawar merah, mengapung di atas air.

GERAKAN ANTI KEBODOHAN (Catatan Kecil 20 Mei 2012 Untuk Anak Muda Bangsa Ini)

Jika kita menuliskan "Gerakan Anti Kebodohan" pada search engine via internet, hasil pencarian yang muncul sebagian besar merujuk pada sebuah gerakan mahasiswa di ITB. Ya Gerakan Anti Kebodohan dicetuskan oleh Dewan Mahasiswa ITB pada tahun 1977. Gerakan mahasiswa ini tidak bisa dipisahkan dengan Gerakan Mahasiswa ITB setahun kemudian: 1978, yang menjadi bagian dari sejarah kelam gerakan mahasiswa Indonesia. Awal mula organisasi mahasiswa dibekukan. Awal mula Perguruan Tinggi kehilangan independensinya. Ketika tentara menyerbu kampus, mahasiswa ditangkap dan dipenjara karena menolak Soeharto. Gerakan Anti Kebodohan sendiri lebih banyak menyoroti persoalan-persoalan dunia pendidikan yang terjadi pada masa itu. Tingginya angka buta huruf, putus sekolah, kesejahteraan guru, dan lain sebagainya. Namun bagi saya Gerakan Anti Kebodohan adalah sebuah gerakan yang abadi. Bagi saya, Gerakan Anti Kebodohan tahun 1977 bukanlah Gerakan Anti Kebodohan yang pertama. Bagi saya Gerak

KOMODITI ITU BERNAMA AGAMA

Ya, ini Indonesia. Tempat Agama menjelma menjadi sebuah bentuk baru: komoditi. Komoditi adalah barang dagangan yang menjadi subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan. Agama? menjadi komoditi? Benarkah? Agama sebuah sistem tatanan hidup yang suci. Sistem yang mengatur hubungan baik antara Manusia dengan Tuhan maupun antara Manusia dengan Manusia dan antara Manusia dengan alam semesta beserta lingkungannya. Namun bagaimana mungkin sistem yang demikian suci bisa menjadi sebuah komoditi? Saya teringat ketika Alm. Soeharto bersama-sama dengan keluarga besarnya menunaikan ibadah haji menjelang akhir masa jabatan lima tahunannya. Bisik-bisik yang beredar di masyarakat menyebutnya 'haji politik'. Konon katanya itu dilakukan dalam rangka memperpanjang masa kekuasaannya. Maka sepulang dari Baitullah namanya pun diperpanjang menjadi H. Mohammad Soeharto. Sering disingkat menjadi HM Soeharto. Ketika itu saya tidak mau ikut-ikutan berisik dengan isu tersebut. Saya tidak me